Selasa, 27 April 2010

Self concept and self control

Self concept and self control

A. self concept

Konsep diri adalah semua ide, pikiran, kepercayaan dan pendirian yang diketahui individu tentang dirinya dan mempengaruhi individu dalam berhubungan dengan orang lain
Konsep diri juga di artikan sebagai kesadaran batin yang tetap, mengenai pengalaman yang berhubungan dengan diri dan yang membedakan bukan dari diri.

self-concept Anda adalah self-image. Bagian ini menunjukkan bagaimana Anda membayangkan diri Anda sendiri, dan menentukan bagaimana Anda akan bertingkah laku dalam satu situasi tertentu. Karena kekuatan citra diri(Jati Diri)


jati diri adalah seberapa besar Anda menyukai diri Anda sendiri. Semakin Anda menyukai diri Anda, semakin baik Anda akan bertindak dalam bidang apa pun yang Anda tekuni. Dan, semakin baik performansi Anda, Anda akan semakin menyukai diri Anda. Bagian ini adalah komponen emosional dalam kepribadian Anda. Komponen-komponen pentingnya

1. bagaimana Anda berpikir,

2. bagaimana Anda merasa,

3. bagaimana Anda bertingkah laku.

B. self control

kontrol diri adalah kemampuan untuk mengendalikan seseorang emosi , perilaku dan keinginan untuk efisien mengelola's masa depannya. Dalam psikologi ini seringkali disebut sebagai self-regulation . Mengerahkan kontrol diri melalui fungsi eksekutif dalam pengambilan keputusan diperkirakan menghabiskan sumber daya dalam ego . Banyak hal yang mempengaruhi kemampuan seseorang untuk mengerahkan pengendalian diri, tapi pengendalian diri terutama memerlukan cukup glukosa tingkat di otak.. Mengerahkan pengendalian diri menghabiskannya glukosa. Penelitian telah menemukan bahwa dan, miskin mengurangi toleransi glukosa (glukosa berkurang kemampuan untuk mengangkut glukosa ke otak) yang terkait dengan kinerja yang lebih rendah dalam tes penguasaan diri, terutama dalam situasi-situasi baru yang sulit. Self-kontrol di Analisis Perilaku

Pandangan lain adalah bahwa pengendalian diri merupakan dua lokus kontinjensi bertentangan dari penguat , yang kemudian membuat respon memperkuat pengendalian ketika menyebabkan perubahan dalam respon dikontrol.

. Kontrol diri secara langsung berhubungan dengan tekanan yang Anda hadapi.

  • Bagus Tekanan: Bila Anda berada dalam namun tidak menghakimi dan tidak merugikan lingkungan yang kompetitif, Anda ingin menjadi seperti orang-orang di sekitar Anda.. Anda menjadi termotivasi dan terinspirasi dan mendapatkan kontrol diri.
  • Tekanan Buruk: Bila Anda berada dalam lingkungan dan merugikan menghakimi dan tidak ada persaingan Anda menjadi tertekan dan tidak termotivasi. Anda kehilangan kontrol diri.
  • . Tidak ada Tekanan: Ketika Anda bebas dan tidak ada kompetisi, Anda melakukan apa yang Anda rasakan.. kontrol diri Anda didasarkan pada bagaimana Anda merasa dan karena tidak ada satu untuk membandingkan diri Anda, Anda mungkin kurang termotivasi atau lebih termotivasi tergantung pada urgensi apa pun yang Anda lakukan.

a. Pentingnya menggunakan kontrol diri untuk kesabaran

Pada tahun 1960, Walter Mischel menguji empat tahun anak-anak tua untuk kontrol diri dalam "The Marshmallow Test": anak-anak masing-masing diberi marshmallow dan diberitahu bahwa mereka bisa makan kapan saja mereka inginkan, tetapi jika mereka menunggu 15 menit, mereka akan menerima lagi marshmallow. Menindaklanjuti studi menunjukkan bahwa hasil berkorelasi dengan baik dengan tingkat kesuksesan anak tersebut di kemudian hari. .

b. Manusia pengendalian diri

Manusia-kontrol penelitian diri biasanya dimodelkan dengan menggunakan sistem token ekonomi di mana peserta manusia memilih antara token untuk satu pilihan dan menggunakan diperoleh untuk manusia dan non-manusia, dengan muncul terakhir untuk memaksimalkan penguatan secara keseluruhan mereka meskipun penundaan, dengan mantan yang sensitif terhadap perubahan dalam penundaan. Perbedaan metodologi penelitian dengan manusia - menggunakan token atau reinforcers AC - dan non-manusia menggunakan reinforcers sub-primer menyarankan artefak prosedural sebagai tersangka mungkin. Salah satu aspek dari perbedaan-perbedaan prosedur adalah penundaan untuk periode pertukaran (Hyten et al).. -manusia subyek rokok dapat, dan akan, akses penguatan mereka segera.

c. Fisik Pengendalian dan fisik bantua

manipulasi lingkungan untuk membuat beberapa respon secara fisik lebih mudah untuk mengeksekusi dan orang lain secara fisik lebih sulit mengilustrasikan prinsip ini. seseorang sambil menepukkan tangan ke mulut anda sendiri, menempatkan tangan anda di dalam saku anda untuk mencegah gelisah, menggunakan 'tangan posisi' jembatan ke kolam renang stabil ditembak semua merupakan metode fisik terhadap perilaku efek.

d. Mengubah rangsangan

. Kesempatan untuk memanipulasi perilaku dapat mengubah perilaku juga. Menghapus gangguan yang menyebabkan tindakan yang tidak diinginkan atau menambahkan sebuah prompt untuk membujuk itu adalah contoh Menyembunyikan godaan dan pengingat yang dua lagi.

Satu mungkin memanipulasi perilaku kita sendiri dengan mempengaruhi negara kekurangan atau kekenyangan. Dengan melewatkan makan sebelum makan malam gratis satu mungkin lebih efektif memanfaatkan makanan gratis. Dengan makan snack sehat sebelumnya godaan untuk makan gratis "junk food" berkurang.

e. Memanipulasi kondisi emosional

Pergi untuk 'perubahan adegan' dapat menghapus rangsangan emosional, yang mungkin melatih ketidakadilan untuk memotivasi respons yang kuat kemudian.

f. Menggunakan rangsangan permusuhan

Mengatur jam alarm untuk bangun diri kita kemudian adalah bentuk kontrol tidak menyenangkan. Dengan melakukan ini kami mengatur sesuatu yang hanya akan dihindari dengan membangkitkan diri kita sendiri.

Kesehatan mental dalam masyarakat dan kaitan dalam islam

a. Kesehatan mental masyarakat

Biaya hidup keluarganya sangat tinggi.Di dalam sebuah masyarakat, tentu ada pengaruh ekonomi, sosial, dan politik. Tekanan-tekanan dari ketiga hal itu bisa menjadi ‘bahan bakar’ yang mendorong orang untuk bunuh diri. Celakanya, negara seolah lepas tanggungjawab sehingga kasus bunuh diripun kian sering terjadi.
Tak heran bila ahli jiwa RSU dr Soetomo, dr Nalini Agung SpKJ mengatakan, pemerintah telah mengabaikan kesehatan mental masyarakat. Padahal, sejak tahun 2004 lalu, badan kesehatan dunia WHO telah memperingatkan Pemerintah Indonesia agar lebih memperhatikan kesehatan mental masyarakatnya. Karena diprediksi, pada tahun 2015 mendatang, kesehatan mental masyarakat Indonesia akan lebih parah lagi. Dan apabila tidak segera diatasi, kasus gangguan mental akan menyerupai kasus narkoba, HIV/AIDS, dan lainnya.
Seharusnya negara menyadari bahwa sebagian besar pelaku bunuh diri telah mengalami gangguan depresi, putus asa, dan tidak berdaya. Ketika himpitan ekonomi dan sosial tidak memberi pilihan, kebijakan politik justru tidak memihak. Orang-orang putus asa pun tidak punya pilihan lain, sehingga bunuh diri menjadi pilihan terbaik.
Di samping belum adanya kemauan politik yang kuat untuk memperhatikan kondisi kesehatan mental masyarakat, lingkungan tempat tinggal pun tak menyediakan pilihan yang lebih baik. Lantaran masyarakat masa kini yang semakin individualistis.
Seandainya ada kepedulian dari lingkungan sekitar yang memberi dukungan sosial. Atau pengurus negara lebih peduli terhadap kesehatan mental masyarakat dengan menyediakan lebih banyak psikater atau psikolog yang ditempatkan di pusat-pusat layanan kesehatan. Tentu mereka bisa membantu mengobati jiwa-jiwa yang sakit itu. Sehingga bunuh diri pun tidak lagi menjadi pilihan favorit bagi orang-orang ‘sakit jiwa’ untuk keluar dari himpitan masalah ekonomi, sosial, dan politik yang dialaminya.

b. kesehatan mental masyarakat dalam islam

Pola wawasan yang berorientasi agama/kerohanian

Pertama, pola wawasan yang berorientasi simtomatis menganggap

bahwa hadirnya gejala (symptoms) dan keluhan (compliants) merupakan tanda

adanya gangguan atau penyakit yang diderita seseorang. Sebaliknya hilang

atau berkurangnya gejala dan keluhan-keluhan itu menunjukkan bebasnya

seseorang dari gangguan atau penyakit tertentu. Dan ini dianggap sebagai

kondisi sehat. Dengan demikian kondisi jiwa yang sehat ditandai oleh

bebasnya seseorang dari gejala-gejala gangguan kejiwaan tertentu (psikosis)

Kedua, pola wawasan yang berorientasi penyesuaian diri. Pola ini

berpandangan bahwa kemampuan seseorang untuk menyesuaikan diri

merupakan unsur utama dari kondisi jiwa yang sehat. Dalam hal ini

penyesuaian diri diartikan secara luas, yakni secara aktif berupaya memenuhi

tuntutan lingkungan tanpa kehilangan harga diri, atau memenuhi kebutuhankebutuhan

pribadi tanpa melanggar hak-hak orang lain. Penyesuaian diri yang

pasif dalam bentuk serba menarik diri atau serba menuruti tuntutan lingkungan

adalah penyesuaian diri yang tidak sehat, karena biasanya akan berakhir

dengan isolasi diri atau menjadi mudah terombang-ambing situasi.12

Ketiga, pola wawasan yang berorientasi pengembangan potensi

pribadi. Bertolak dari pandangan bahwa manusia adalah makhluk bermartabat

yang memiliki berbagai potensi dan kualitas yang khas insani (human

qualities), seperti kreatifitas, rasa humor, rasa tanggungjawab, kecerdasan,

kebebasan bersikap, dan sebagainya. Menurut pandangan ini sehat mental

terjadi bila potensi-potensi tersebut dikembangkan secara optimal sehingga

mendatangkan manfaat bagi diri sendiri dan lingkungannya. Dalam

mengembangkan kualitas-kualitas insani ini perlu diperhitungkan normanorma

yang berlaku dan nilai-nilai etis yang dianut, karena potensi dan

kualitas-kualitas insani ada yang baik dan ada yang buruk

Keempat, pola wawasan yang berorientasi agama/kerohanian.

Berpandangan bahwa agama/kerohanian memiliki daya yang dapat menunjang

kesehatan jiwa. kesehatan jiwa diperoleh sebagai akibat dari keimanan dan

ketaqwaan kepada Tuhan, serta menerapkan tuntunan-tuntunan keagamaan

dalam hidup. Atas dasar pandangan-pandangan tersebut dapat diajukan secara

operasional tolok ukur kesehatan jiwa atau kondisi jiwa yang sehat, yakni:

-Bebas dari gangguan dan penyakit-penyakit kejiwaan.

- Mampu secara luwes menyesuaikan diri dan menciptakan hubungan antar

pribadi yang bermanfaat dan menyenangkan.

-Mengembangkan potensi-potensi pribadi (bakat, kemampuan, sikap, sifat,

dan sebagainya) yang baik dan bermanfaat bagi diri sendiri dan lingkungan.

-Beriman dan bertaqwa kepada Tuhan, dan berupaya menerapkan tuntunan

agama dalam kehidupan sehari-hari.13

Berdasarkan tolak ukur di atas kiranya dapat digambarkan secara ideal

bahwa orang yang benar-benar sehat mentalnya adalah orang yang beriman

dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa serta berusaha secara sadar

merealisasikan nilai-nilai agama, sehingga kehidupannya itu dijalaninya sesuai

dengan tuntunan agamanya. Ia pun secara sadar berupaya untuk

mengembangkan berbagai potensi dirinya, seperti bakat, kemampuan, sifat,

dan kualitas-kualitas pribadi lainnya yang positif. Sejalan dengan itu ia pun

berupaya untuk menghambat dan mengurangi kualitas-kualitas negatif dirinya,

karena sadar bahwa hal itu dapat menjadi sumber berbagai gangguan (dan

penyakit) kejiwaan.

Dalam pergaulan ia adalah seorang yang luwes, dalam artian

menyesuaikan diri dengan situasi lingkungan tanpa ia sendiri kehilangan

identitas dirinya serta berusaha secara aktif agar berfungsi dan bermanfaat

bagi dirinya sendiri dan lingkungan sekitarnya. Ada benarnya juga bila orang

dengan kesehatan mental yang baik digambarkan sebagai seseorang yang

sehat jasmani-rohani, otaknya penuh dengan ilmu-ilmu yang bermanfaat,

rohaninya sarat dengan iman dan taqwa kepada Tuhan, dengan karakter yang

dilandasi oleh nilai-nilai agama dan sosial budaya yang luhur. Pada dirinya

seakan-akan telah tertanam dengan suburnya moralitas dan rasa adil dan

makmur memberi manfaat dan melimpah ruah kepada sekelilingnya.14

Tolok ukur dan gambaran di atas tidak saja berlaku pada diri pribadi,

tetapi berlaku pula dalam keluarga, karena keluarga pun terdiri dari pribadipribadi

yang terikat oleh norma-norma kekeluargaan yang masing-masing

sudah selayaknya berperan serta menciptakan suasana kekeluargaan yang

harmonis dan menunjang pengembangan kesehatan mental.

Dalam Islam pengembangan kesehatan jiwa terintegrasi dalam

pengembangan pribadi pada umumnya, dalam artian kondisi kejiwaan yang

sehat merupakan hasil sampingan dari kondisi pribadi yang matang secara

emosional, intelektual dan sosial, serta terutama matang pula ketuhanan dan

ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa.

Dengan demikian dalam Islam dinyatakan betapa pentingnya

pengembangan pribadi-pribadi meraih kualitas “insan paripurna”, yang

otaknya sarat dengan ilmu yang bermanfaat, bersemayam dalam kalbunya

iman dan taqwa kepada Tuhan. Sikap dan tingkah lakunya benar-benar

merefleksikan nilai-nilai keislaman yang mantap dan teguh. Otaknya terpuji

dan bimbingannya terhadap masyarakat membuahkan ketuhanan, rasa

kesatuan, kemandirian, semangat kerja tinggi, kedamaian dan kasih sayang.

Kesan demikian pasti jiwanya pun sehat. Suatu tipe manusia ideal dengan

kualitas-kualitasnya mungkin sulit dicapai. Tetapi dapat dihampiri melalui

berbagai upaya yang dilakukan secara sadar, aktif dan terencana sesuai dengan

prinsip yang terungkap dalam firman Allah SWT (QS. Ar-Ra’du ayat 11).

Artinya : “ Sesungguhnya Allah tidak mengubah suatu kaum sehingga

mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka

sendiri”.

Ayat ini menunjukkan bahwa Islam mengakui kebebasan berkehendak

dan menghargai pilihan pribadi untuk menentukan apa yang terbaik baginya.

Dalam hal ini manusia diberi kebebasan untuk secara sadar aktif melakukan

lebih dahulu segala upaya untuk meningkatkan diri dan merubah nasib sendiri

dan barulah setelah itu hidayah Allah akan tercurah padanya.

Sudah tentu upaya-upaya dapat meraih hidayah Allah SWT itu harus

sesuai dan berdasarkan Al-Qur’an dan Al-Hadits. Selain itu dalam Islam

kebebasan bukan merupakan kebebasan tak terbatas, karena niat, tujuan, dan

cara-caranya harus selalu sesuai dengan nilai-nilai agama dan norma-norma

yang berlaku.

pola wawasan yang berorientasi agama/kerohanian.

Berpandangan bahwa agama/kerohanian memiliki daya yang dapat menunjang

kesehatan jiwa. kesehatan jiwa diperoleh sebagai akibat dari keimanan dan

ketaqwaan kepada Tuhan, serta menerapkan tuntunan-tuntunan keagamaan

dalam hidup. Atas dasar pandangan-pandangan tersebut dapat diajukan secara

operasional tolok ukur kesehatan jiwa atau kondisi jiwa yang sehat, yakni:

-Bebas dari gangguan dan penyakit-penyakit kejiwaan.

-Mampu secara luwes menyesuaikan diri dan menciptakan hubungan antar

pribadi yang bermanfaat dan menyenangkan.

- Mengembangkan potensi-potensi pribadi (bakat, kemampuan, sikap, sifat,

dan sebagainya) yang baik dan bermanfaat bagi diri sendiri dan lingkungan.

- Beriman dan bertaqwa kepada Tuhan, dan berupaya menerapkan tuntunan

agama dalam kehidupan sehari-hari

referensi

12Hanna Djumhana Bastaman, Integrasi.

Psikologi dengan Islam Menuju Psikologi Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 1997, hlm. 133-135

Jumat, 23 April 2010

Konseling Trauma


Konseling Trauma
A. Latar Belakang:
Trauma kepala merupakan penyebab utama kematian dan kecacatan di seluruh dunia dimana kecelakaan lalu lintas merupakan penyebab utamanya sekitar 40 - 50 %. Mayoritas trauma kepala terjadi pada usia 15 – 45 tahun dengan kejadian tertinggi pada pria. Drenase torakostomi biasanya dilakukan untuk mengembangkan kembali paru atau evakuasi darah / udara yang terjadi pada trauma tajam ataupun trauma tumpul toraks. Tindakan tersebut merupakan pembedahan yang invasif hingga mungkin timbul komplikasi yang perlu dicegah untuk menurunkan morbiditas dan mortalitas akibat tindakan tersebut .
Pada trauma dada biasanya disebabkan oleh benda tajam, kecelakaan laulintas atau luka tembak. Bila tidak mengenai jantung, biasanya dapat menembus rongga paru-paru. Mekanisme penyebabnya bisa satu tusukan kuat ataupun satu gerakan mendadak yang hebat. Akibatnya, selain terjadi peradarahan dari rongga paru-paru, udara juga akan masuk ke dalam rongga paru-paru. Oleh karena itu, paru-paru pada sisi yang luka akan mengempis. Penderita nampak kesakitan ketika bernapas dan mendadak merasa sesak dan gerakan iga disisi yang luka menjadi berkurang (Kartono, M. 1991).

B. Pengertian

- Trauma adalah Pengalaman yang tiba – tiba mengejutkan yang meninggalkan kesan yang mendalam pada jiwa seseorang sehingga dapat merusak fisik maupun psikologis. Pengalaman – pengalaman traumatis dapat juga membentuk sikap pribadi seseorang.
- Trauma piural adalah satu luka baik yang bersifat fisik atau jasmaniah maupun psikis.
- Trauma delirium adalah satu keadaan delirium disebabkan oleh luka diotak.
- Traumatik neurosis adalah satu neorosa disebabkan oleh satu pengalaman yang luar biasa menyakitkan hati, satu neorosa situasi.
- Traumatic psychosis adalah satu keadaan psikotis yang ditimbulkan oleh luka di otak.
- Traumatic dua thesis adalah mudah mendapat kecelakaan.
Semua anak mengalami pristiwa – pristiwa yang mengkibatkan stress, namun sebagian anak mengalami peristiwa – peristiwa traumatis yang tak lazim, tiba – tiba dan menakutkan. Contoh peristiwa –peristiwa seperti itu adalah bencana – bencana alam, penyiksaan anak, kekerasan masyarakat dari peristiwa 11 september. Peristiwa – peristiwa tersebut bisa melibatkan cidera serius atau kematian sesungguhnya atau ancaman kepada anak – anak sendiri atau seseorang yang mereka kenal.
Semua anak – anak yang terpajankan pada ketidak berdayaan dan ketakutan yang mendalam dalam kaitannya dengan trauma atau kematian seseorang yang dicintainya mungkin sangat rentan terhadap posttraumatic stress disorder(PTSD), gangguan – gangguan kecemasan atau depresi.
Kendati banyak anak memperlihatkan tanda – tanda stress pada beberapa minggu pertama setelah trauma, kebanyakan akan kembali ke keadaan kesehatan emosional dan fisiknya seperti sediakala. Bagi anak – anak yang mengalami kesulitan lebih besar untuk kembali normal, mungkin diperlukan bantuan professional.

Bagaimana gejala – gejala trauma itu?
Gejala – gejala trauma pada anak bisa masuk keadalam kategori – kategori berikut ini :
• Mengalami kembali
- Saat – saat ketika seorang anak tampak memainkan kembali peristiwa itu dibenaknya.
- Ganguan memori – memori berulang atas peristiwa atau permainan berulang mengenai peristiwa itu.
• Mimpi buruk
• Pembangkitan
- Perilaku tak terarah dan tak tenang
- Marah atau berang
- Nerves terhadap siapapun dan apapun yang berada disekitarnya (misalnya, ketika orang – orang terlalu dekat dengannya).
- Kaget ketika mendengar suara keras
• Penghindaran
- Penghindaran pemikiran – pemikiran, perasaan – perasaan atau tempat – tempat yang mengingatkan anak atas apa yang terjadi.
- Kaku atau kekurangan emosi – emosi
• Perilaku – perilaku lain
- Kemunduran ke perilaku terdahulu, seperti tak mau berpisah, ngompol, mengisap jempol/jari
- Sulit tidur atau konsentrasi
- Menjauh dari orang lain, penarikan social
- Penggunaan secara berlebihan alcohol atau zat –zat lain untuk mengobati diri.
Siapa yang kemungkinan terkena trauma?
Setelah terjadinya suatu peristiwa traumatic seperti serangan World Trade Center atau bencana alam, anak – anak dan anak usia belasan tahun yang paling besar resikonya terkena trauma adalah anak – anak yang : secara langsung menyaksikan peristiwa – peristiwa itu, menderita konsekuensi – konsekuensi pribadi langsung (seperti kematian orang tuanya atau luka pada dirinya), memiliki masalah – masalah belajar atau kesehatan mental lain sebelum peristiwa serangan atau bencana tarjadi dan kekurangan jaringan social yang kuat.
Apa yang menyebabkan trauma?
Tidak setiap orang yang memiliki pengalaman yang sama memberi respon dengan cara yang sama. Orang – orang lahir dengan kecenderungan – kecenderungan biologis yang berbeda kearah caranya dalam merespon stress. Sebagian lebih mudah beradaptasi, lainnya lebih berhati – hati. Reaksi – reaksi dana pemulihan juga dipengaruhi oleh lama dan intensitas peristiwa traumatic.
Apakah traumatic bisa di cegah?
Dukungan orang tua mempengaruhi seberapa bagus anak dalam menghadapi akihbat peristiwa itu. Para orang tua dan professional bisa membantu anak – anak dengan :
• Memperlihatkan kehadiran fisik yang kuat.
• Meneladani dan mengelola ungkapan perasaan – perasaan dan penguasa diri.
• Menetapkan pekerjaan – pekerjaan rutin dengan kelenturan
• Menerima kemunduran perilaku – perilaku anak – anak sembari mendorong dan mendukung kembalinya keaktivitas yang sesuai dengan usia.
• Membantu anak – anak dalam menggunakan strategi – strategi penenangan yang dikenal.
• Membantu anak bersama – sama dalam mempertahankan keamanannya
• Mengizinkan anak mengemukakan ceritanya dalam kata – kata, permainan atau gambar – gambar untuk menyatakan dan menormalisasikan pengalamannya.
• Membahas apa yang dilakukan atau apa yang telah dilakukan untuk mencegah agar peristiwa seperti itu tidak terulang lagi.
• Mempertahankan suatu lingkungan yang stabil dan dikenal.
Bagaimanakah trauma disembuhkan?
Cognitive Behavioral Therapy (CBT) ternyata cukup efektif untuk menyembuhkan anak – anak yang mengidap trauma. Pelatihan kognitif membantu anak – anak dalam menata pemikiran – pemikiran dan perasaan – perasaannyasehingga mereka bisa hidup normal tanpa adanya perasaan terancam. Intervensi – intervensi behavioral meliputi pembelajaran untuk menghadapi ketakutan – ketakutan sehingga anak – anak tidak lagi berupaya menghindari orang – orang dan tempat – tempat yang mengingatkannya akan peristiwa traumatis. Disini digunakan teknik – teknik rileksasi sembari anak dibimbing dengan cermat agar mau mengungkapkan cerita mengenai peristiwa traumatis itu. Strategi – strategi tersebut mengajari anak – anak mengenai cara mengatasi stress dan ketakutan – ketakutannya secara efektif. Juga sering disertai kegiatan melatih para orang tua membantu anak dalam menggunakan strategi – strategi baru menguasai diri dan mengajari orang – orang dewasa mengenai cara menggunakan strategi – strategi penenangan diri.
Memulihkan anak dari Trauma
Empat pelajaran berikutnya akan menjelaskan unsur-unsur pokok untuk memulihkan seorang anak dari trauma.
Strategi ini termasuk ---
• Memberi kesempatan untuk melepaskan secara aman perasaan-perasaan (berbicara atau bermain)
• Memberi anak rasa aman yang dapat memberi kebebasan dari gejala-gejala dan tingkah laku pascatraumatis.
• Menolong anak pulih dari rasa misteri dan kendali dalam kehidupan melalui situasi yang tersusun seperti kehidupan yang rutin dan membuat keputusan.
• Memperbaiki kesalahfahaman dan mempersalahkan diri.
• Memulihkan rasa percaya anak dalam dirinya sendiri, bersamaan dengan keyakinan dalam pengharapan bagi masa depan.
• Memperkecil luka trauma melalui menunjukkan pengertian orang lain akan trauma anak, khususnya bagi mereka yang memberikan perhatian / pemeliharaan.


C. kesimpulan
Penderita-penderita dengan trauma tumpul lebih sering dan lama dirawat di ICU, lebih sering dna lebih lama menggunakan ventilator. Di lain pihak, komplikasi akibat drainase torakostomi pada kedua jenis trauma toraks tidak didapatkan perbedaan yang signifikan secara statistik. Dapat disimpulkan bahwa penggunaan drainase torakostomi masih merupakan cara yang paling efektif untuk mengembangkan kembali paru dan mengevakuasi darah dan udara tanpa komplikasi yang signifikan.


Daftar fustaka

-Marie, anne. 2006. mendmpingi anak pada masa trauma. Jakarta: prestasi pustaka karya
-Drs. Sursono. 1997. kamus konseling. Jakarta: PT rineka cipta
- http://www.indonesianorphans.com

Kamis, 22 April 2010

diagnosa

Kendala dalam dalam diagnosis dan yang dilakukan dalam diagnosisbeserta contohnya.

Tesk duagnostik:

Sbrang tes yang digunakan dalam upaya untuk mentukan sifat dan sunber kesulitan seseorang, misalnya satu tes membaca bisa bisa diagnostik sifat, Tanya, guana mengetahui sumber-sumber kesulitan.

Wawancara diagnostik:

  1. wawancara dengan maksud menentukan kemungkinan sebab-sebab kekacauan tingkah laku,

cara pengobatan dan prognosanya diagnosis

    1. penetuan sifat sesuatu abnormalitas atau penyakit.
    2. Kalsifikasi seseorang berdasarkan suatu penyakit yang dideritanya atau suatu abnormalitas yang diidapnya.

Diagnosa ….. kita mau memesan apa saja penyakkit atau permasalahan

Diagnosis adalah proses klinis yang mengidentifikasikan sifat dan klasifikasi dari setiap gangguan dengan menalisis system-system.

Delusi adalah tetap berpegang teguh pada suatu keyakinan yang aneh neskipun ada bukti kuat bahwa keyakinan itu tidak didukung oleh kenyataan (fakta). Insi adalah persepsi yang tidak sesuai dengan kenyataan objektif yang terjadi bila sensasi didistasikan. Halusinasi adalah pengalaman sensorik (misalnya bunyi, perasaan dan bau) yang tidak ada dalam kenyataan.

Contoh:

Ada seorang wanita yang berumur sekitar 19 tahun, disaat SMA dia sering sakit, pokoknya banyak penyakit yang datang, misalanya pusing, sehingga mengakibatkan matanya sakit, akhirnya penglihatannya kurang jelas. Disaat sekolah sering absen, namun apa hendak dikata penyakit yang dideritanya yaitu sedang merindukan seseoarang. Setelah tamat dari SMA dia lang sung menikah.

Jadi tamapknya pada saat sekarang dia sehat-sehat saja tidak ada gangguan apalagi yang menghanmtui dirinnya.

Sekilas contoh yang saya berikan pada judu; diagnosa terima kasih.