Selasa, 19 Oktober 2010

KARAKTERISTIK USIA MADYA

NAMA : DAHLIA
NIM : 10842003825
JURUSAN :BIMBINGAN DAN PENYULUHAN ISLAM/ V
MATA KULIA :PSIKOLOGI ORANG DEWASA & LANSIA
DOSEN PEMB. :Drs.MUKHLIS, M,Si
KARAKTERISTIK USIA MADYA
1. Usia madya merupakan periode yang sangat ditakuti
Bahwa semakin mendekati usia tua, periode usia madya semakin terasa lebih menakutkan dilihat dari seluruh kehidupan manusia. Oleh karena itu orang-orang dewasa tidak akan mau mengakui bahwa mereka telah mencapai usia tersebut, sampai kelender dan cermin memaksa mereka untuk mengakui hal itu. Seperti dikatakan oleh Desmond, “orang-orang amerika memasuki usia madya dengan rasa segan, susah, dan ketakutan.
Untuk takut dengan memasuki usia madya yaitu:
a. Banyaknya stereotip yang tidak menyenangkan tentang usia madya, yaitu kepercayaan tradisional tentang kerusakan mental dan fisik yang diduga disertai dengan berhentinya reproduksi kehidupan serta berbagai tekanan tentang pentingnya masa muda bagi kebudayaan amerika disbanding dengan penghormatan untuk masa tersebut oleh berbagai kebudayaan Negara lain.dan mereka berharap dapat kembali ke masa-masa muda.

2. Usia madya merupakan masa transisi
Usia madia merupakan masa dimana pria dan wanita meninggalkan cirri-ciri jasmani dan perilaku masa dewasanya dan memasuki suatu periode dalam kehidupan yang akan diliputi oleh cirri-ciri jasmani dan perilaku baru. Seperti periode:
a. Dia mengalami perubahan keperkasaan dan wanita dalam kesuburan.
Transisi berarti penyesuaian diri terhadap minat, nilai, dan pola perilaku yang baru.
Dimana dapat dilihat baik bagi pria maupun wanita pasti terdapat perubahan terhadap hubungan yang berpusat pada pasangannya (pair centred relationship) bila dibandingkan dengan hubungan yang berpusat pada keluarga (family centred relationship) selama tahun-tahun awal periode dewasa, ketika peran utama pria dan wanita didalam rumah adalah sebagai orang tua.
Sebagai peran dirumah, pria harus menyesuaikan diri terhadap perubahan, yang kelak masa tua akan datang dan kondisi pekerjaan perlu disesuaikan dengan kondisi fisik mereka. Selama usia madya, kimmel telah mengidentifikasi tiga bentuk krisis pengembangan yang umum dan hamper universal seperti:
• Krisi sebagai orang tuaditandai dengan sindrom yang merupakan krisis yang terjadi apabila anak-anak gagal memenuhi harapan orang tua.
• Krisis yang timbul karena oarng tua berusia lanjut, sehingga sering timbul reaksi-reaksi dari anak-anaknya.
• Krisi yang berhungan dengan kematian, khususnya pada suami istri.
3. Usia madya merupakan masa stress
Usia ini merupakan usia masa stress karena penyesuaian secara radikal terhadap peran dan pola hidup yang berubah, khususnya bila disertai dengan berbagai perubahan fisik, cendrung merusak Homeostasis fisik dan psikologi seseorang dan membawa kemasa stress.
Marmor telah membagi sumber-sumber umum dari stress pada usia madya yaitu:
a. Stress somatic, yang disebabkan oleh keadaan jasmani yang menunjukkan usia tua.
b. Stress budaya, yang berasal dari penempatan nilai yang tinggi pada kemudaan, keperkasaan dan kesuksesan oleh kelompok budaya tertentu.
c. Stress ekonomi, yang diakibatkan oleh beban keuangan dari mendidik anak dan memberikan status symbol bagi seluruh anngota keluarga.
d. Stress psikologi, yang diakibatkan oleh kematian suami atau istri, kepergian anak dari rumah, kebosanan terhadap perkawinan, atau rasa hilangnya masa muda dan mendekati ambang kematian.
4. Usia madya merupakan usia berbahaya
Cirri ini berbahaya dalam rentang kehidupan. Cara biasa menginterprestasi “usia berbahaya” berasal dari kalangan pri yang ingin melakukan pelampiasan untuk melakukan kekerasan yang berakhir sebelum memasuki usia lanjut. Saat ini merupakan suatu masa diman aseseoarang mengalami kesusahan fisik sebagai akibat dari terlalu banyak bekerja, rasa cemas yang berlebihan, ataupun kurang memperhatikan kehidupan.timbul penyakit jiwa datang dengan cepat dikalangan pria dan wanita, dan gangguan ini berpuncak pada suisid (bunuh diri).
5. Usia madya merupakan usia canggung
Usia madya canggung ini sama seperti pada remaja, bukan anak-anak dan juga bukan dewasa. Demikian juga pria dan wanita berusia madya, mereka bukan muda lagi, tetapi juga bukan tua.
Franzblau mengatakan bahawa “orang yang berusia madya seoalah-olah berdiri diantara generasi pemberontak yang lebih mudah dan generasi warga senior”.merasa bahwa keberadaan mereka dalam masyarat tidak dianggap, orang berusia madya berusaha untuk tidak dikenal oleh orang lain. Keinginan untuk tidak dikenal bagi pria dan wanita barusia madya Nampak dalam cara mereka berpakaian.
6. Usia madya merupakan masa berprestasi
Menurut Erikson, usia madya merupakan masa krisis dimana baik “ generasivitas” (generativity) kecendrungan untuk menghasilkan maupun stagnasi kecendrungan untuk tetap berhenti akan dominan. Selama usia madya, orang akan menjadi lebih sukses atau sebaliknya mereka berhenti dan tidak akan mengerjakan sesuatupun sama sekali. Dan oaring usia madya berkemauan yang kuat untuk berhasil dari masa-masa persiapan pada sebelumnya.
Biasanya, pria meraih puncak kariernya antara usia 40-50 tahun, yaitu setelah mereka puas terhadap hasil yang diperoleh dan menikmati, hasil dari kesuksesan mereka sampai mereka mencapai usia 60 tahun. Usia madya ini merupakan masa dimana peran kepemimpinan pada pria dan wanita dalam pekerjaan, perindustrian dan organisasi masyarakat merupakan imbalan atas prestasi yang dicapai.
7. Usia madya merupakan masa evaluasi
Karena usia madya pada umumnya merupakan saat pria dan wanita mencapai puncak pretasinya. Maka logislah apabila masa ini juga merupakan saat mengevaluasi prestasi tersebut berdasarkan aspirasi mereka semula dan harapan orang lain baik dari keluarga maupun temannya. Sebagaj hasil dari evaluasi diri, Archer lebih lanjut mengatakan, ”usia madya nampaknya menuntuk perkembangan perasaan yang lebih nyata dan berbeda dari orang lain. Dalam perkembangan setiap fantasi atau ilusi mengenai apa dan bagaimana dirinya. Tanggungjawab lain pada usia madya menyangkut hal fantasi dan ilusi.

8. Usia madya merupakan masa individu dievaluasi dengan standar ganda
Satu standar bagi pria dan wanita, walauppun perkembangannya cendrung mengarah kepersamaan peran antara pria dan wanita baik dirumah, perusahaan, perindustrian, profesi maupun dalam kehidupan social. Namun masi terdapat standar ganda terhadap usia. Meskipun standar ganda ini mempengaruhi banyak aspek terhadap kehidupan pria dan wanita usia madya tetapi ada dua aspek khusus yang perlu diperhatikan:
a. Aspek yang berkaitan dengan perubahan jasmani. Contoh ketika rambut pria menjadi putih, timbul kerut-kerut dan keriput di wajah dan juga terdapat beberapa bagian otot yang mengendur. Misalnya di pinggang. Perubahan pada wanita dipandang tidak menarik lagi, dengan penekanan utama “pemakaian usia madya”.
b. Standar ganda dapat dilihat pada cara mereka (pria dan wanita) menyatakan sikap terhadap usia tua. Ada dua pandangan filosofis yang berbeda tentang bagaimana orang harus menyesuaikan diri dengan usia madya yaitu
• Mereka harus tetap merasa mudah serta aktif
• Mereka harus menua denngan anggun semakin lambat dan hati-hati dan menjalani hidup denngan nyaman.
9. Usia madya merupakan masa sepi
Bahwa masa ini dialami sebagai masa sepi ( empaty nest), masa ketika anak-anak tidak lama lagi tinggal bersama orang tua. Contohnya anak yang mulai beranjak dewasa yang telah bekerja dan tinggal diluar kota sehingga orang tua yang terbiasa dengan kehadiran mereka dirumah akan merasa kesepian dengan kepergian mereka.
Periode masa sepi pada usia madya lebih bersifat traumatic bagi wanita dari pad bagi pria. Hal ini benar khususnya pada wanita yang telah menghabiskan masa-masa dewasa mereka dengan pekerjaan rumah tangga. Dan banyak pula yang mengalami tekanan batin karena dipensiunkan (retirement shock). Kondisi serupa juga dialami pria ketika mereka mengundurkan diri dari pekerjaan.
10. Usia madya merupakan masa jenuh
Bahwa sering kali periode ini merupakan periode kejenuhan. Banyak pria dan wanita mengalami kejenuhan pada akhir usia tiga puluhan dan empat puluhan. Para pria jenuh dengan kegiatan rutin sehari-hari dan kehidupan bersama keluarga yang hanya member sedikit hiburan. Wanita yang menghabiskan waktunya untuk memelihara rumah dan membesarkan anak-anakny.
Wanita yang tidak menikah yang mengabdikan hidupnya untuk bekerja atau karier, menjadi bosan dengan alasan yang sama dengan pria. Acher menerangkan tentang kejenuhan yang dialami oleh pria yaitu:
Apabila saatnya anda berusia 40 tahun, semua orng termasuk anda mengetahui bahwa anda dapat melakukan apa saja yang sedang anda kerjakan. Dan pada waktu yang sama beberapa orang pria menjadi jenuh. Beberapa orang mulai mencari kekuasaan baru, bagaimanapun juga pada umumnya keadaan ini diketahui dengan harapan semoga seseorang telah menggunakan kesempatannya yang terakhir untuk mengubah arah dan untuk memilih sasaran-sasaran baru.
Kejenuhan tidak akan mendatangkan kebahagiaan ataupun kepuasan ada usia manapun. Akibatnmya usia madya sering kali merupakan periode yang tidak menyenakan dalam hidup. Pada usia madya khususnya pada umur 40-49 tahun, mereka menemukan masa tersebut sebagai masa yang hampir tidak menyenangkan.

Terapi dan teori sigmund freud

Terapi dan teori sigmund freud

BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Sigmund Freud (1856-1939) lahir pada tanggal 6 mei, 1856 di Freiberg, Moravia, yang pada masa itu merupaka propinsi di bagian utara kekaisaran Austro-Hongaria dan sekarang adalah wilayah Republik Ceska. Freud adalah anak tertua dari delapan bersaudara, dan ayahnya adalah pedagang wol yang relatif miskin dan kurang berhasil. Ketika bisnis ini gagal maka mereka sekeluarga pindah ke Leipzig, kemudian ke Wina.
Sejak kecil, keluarga freud telah mengetahui bahwa ia memiliki kecerdasan yang tinggi dibanding saudara-saudaranya, sehingga ia lebih banyak perhatian oleh orang tuanya dibandingkan saudaranya yang lain. Contohnya, Freud mendapat lampu lebih terang untuk membaca pada malam hari, dan ketika ia belajar tidak boleh ada suara bising agar ia tidak terganggu.
Nah, dalam perkembangan selanjutnya banyak tantangan-tantangan yang dihadapi oleh Fruid dalam kehidupannya, yang pembaca bisa baca di buku biografi Sigmund Freud.
Psikoanalisis sering diidentikkan oleh seorang yang bernama Sigmund Freud. Dimakalah kami akan menjelaskan tentang pemahaman Sigmund Freud dengan model Psikoanalisisnya.








BAB II
PEMBAHASAN

Psikoanalisa memiliki posisi unik dalam sejarah Psikologi. Freud tidak mengembangkan teory yang mencetuskan hipotesis-hipotesis yang dapat diuji atau implikasi-implikasi empiris lainnya. Namun, pada tingkat lain, Freud telah mencapai apa yang hanya dapat dicapai oleh sedikit teoris lain: ia merevolusi sikap-sikap dan menciptakan posisi baru untuk mengkaji kepribadian. Dapat dikatakan bahwa Freud dengan kekuatan observasinya menjadika benar untuk alasan yang salah. Temuan-temuan berbagai teori gangguan kepribadian lain yang lebih empiristik sering kali menegaskan banyak observasi Freud. Jika pandangan-pandangannya tidak memenuhi kriteria studi empiristik, namun pandangan-pandangan tersebut menunjukkan kejeniusan dan pencerahan Freud, yang memenuhi pemikiran manusia tentang dirinya sendiri dengan cara yang hanya dapat dilakukan oleh sedikit orang.

A. KONSEP-KONSEP UTAMA
Pada mulanya, Freud mengembangkan teorinya tentang struktur kepribadian dan sebab-sebab gangguan jiwa. Manusia pada hakikatnya bersifat bioligis, dilahirkan dengan dorongan-dorongan instingtif, dan perilaku merupakan fungsi mereaksi secara mendalam terhadap dorongan-dorongan tersebut. Manusia bersifat tidak rasional, tidak social, dan destruktif terhadap dirinya sendiri dan orang lain. Menurut Freud, teori kepribadian mencakup tiga hal, yaitu:
1. Struktur Kepribadian
Menurut pandangan psikoanalitik, struktur kepribadian terdiri dari tiga sistem, yaitu:
a. Id, adalah sistem kepribadian yang orisinil, kepribadian setiap orang hanya terdiri dari id ketika lahir. Id bisa juga dikatakan sebagai tempat bersemayam naluri-naluri. Id sifatnya tidak matang, dan selalu menjadi anak manja dari kepribadian, tidak berfikir, dan hanya menginginkan atau bertindak. Sehingga id bersifat tak sadar.
b. Ego, adalah eksekutif dari kpribadian yang memerintah, mengendali, dan mengatur. Ia diangap sebagai “polisi lalu lintas” bagi id, superego, dunia eksternal. Tugas utama ego adalah mengantarai naluri-naluri dengan lingkungan sekitar. Ego adalah tempat bersemayam intelegensi dan rasionalitas yang mengawasi dan mengendalikan implus-implus buta dari id.
c. Superego, adalah kode moral individu yang urusan utamanya adalah apakah suatu tindakan itu pantas atau tidak dilakukan, baik atau buruk, benar atau salah. Superego berfungsi menghambat implus-implus id.
2. Pandangan Tentang Sifat Manusia
Pandangan Freudian tentang manusia pada dasarnya pesimistik, deterministik, mekanistik, dan reduksionistik. Menurut Freud, manusia dideterminasi oleh kekuatan-kekuatan irasional, motivasi-motivasi tak sadar, kebutuhan-kebutuhan dan dorongan-dorongan biologis dan naluriah, dan oleh peristiwa-peristiwa psikoseksual yang terjadi selama lima tahun pertama dari kehidupan. Freud menekankan peran naluri-naluri. Bersifat biologis dan bawaan. Dan naluri yang ditekankan oleh Freud adalah naluri seksual dan impuls-impuls agresif. Manusia memiliki naluri kehidupan, maupun kematian. Menurut Freud, tujuan segenap kehidupan adalah kematian, kehidupan tidak lain adalah jalan melingkar kearah kematian.
3. Kesadaran dan Ketidaksadaran
Sumbangan terbesar Freud adalah konsep tentang kesadaran dan ketidaksadaran yang merupakan kunci dalam memahami tingkah laku dan kepribadian. Ketaksadaran tidak bisa dipelajari secara langsung, melainkan dipelajari dari tingkah laku. Bagi Freud, kesadaran merupakan bagian terkecil dari keseluruhan jiwa. Ketaksadaran itu menyimpan pengalaman-pengalaman, ingatan-ingatan, dan bahan-bahan yang direpresi. Freud percaya bahwa sebagaian fungsi psikologi terletak diluar kawasan sadar. Oleh karena itu sasaran psikoanalitik adalah motif-motif tak sadar menjadi sadar, sebab hanya ketika menyadari motif-motifnyalah individu bisa melaksanakan pilihan: pemahaman terhadap peran ketaksadaran penting guna menangkap esensi model tingkah laku psikoanalitik.
4. Kecemasan
Kecemasan adalah suatu keadaan tegang yang termotivasi kita untuk berbuat sesuatu. Fungsinya adalah memperingatkan adanya ancaman bahaya, yakni sinyal bagi ego yang akan terus meningkat jika tindakan-tindakan yang layak untuk mengatasi ancaman bahaya itu tidak diambil. Apabila tidak bisa mengendalikan kecemasan, melalui cara-cara yang rasional dan langsung, maka ego akan mengandalkan cara-cara yang tidak realistis, yakni tingkah laku yang berorientasi pada pertahanan ego.
Ada tiga macam kecemasan, yaitu:
a. Kecemasan realistis : adalah ketakutan terhadap bahaya dari dunia eksternal, dan taraf kecemasan sesuai dengan derajat ancaman yang datang.
b. Kecemasan neurik : adalah ketakutan terhadap tidak terkendalinya naluri-naluri yang menyebabkan seseorang melakukan suatu tindakan yang bisa mendatangkan hukuman bagi dirinya.
c. Kecemasan moral : adalah ketakutan terhadap hati nurani sendiri.
5. Mekanisme-mekanisme Pertahanan Ego
a. Penyangkalan, adalah pertahanan melawan kecemasan dengan “menutup mata” terhadap keberadaan yang mengancam. Individu menolak sejumlah aspek kenyataan yang membangkitkan kecemasan.
b. Proyeksi, adalah mengalamatkan sifat-sifat tertentu yang tidak bisa diterima oleh ego kepada orang lain. Seseorang melihat pada diri orang lain hal –hal yang tidak disukai dan ia tidak bisa menerima adanya hal-hal itu pada dirinya.
c. Fiksasi, adalah menjadi “terpaku” pada tahap-tahap perkembangan yang lebih awal karena mengambil langkah ketahap selanjutnya bisa menimbulkan kecemasan.
d. Regresi, adalah melangkah mundur ke fase perkembangan yang lebih awal yang tuntutannya tidak terlalu besar.
e. Rasionalisasi, adalah menciptakan alasan yang “baik” guna menghindarkan ego dari cedera, memalukan diri sehingga kenyataan yang mengecewakan menjadi tidak begitu menyakitkan.
f. Sublimasi, asalah menggunakan jalan keluar yang lebih tinggi atau yang secara sosial lebih dapat diterima bagi dorongan-dorongannya.
g. Displasement, adalah mengarahkan energi kepala objek atau orang lain apabila objek asal atau orang yang sesungguhnya, tidak dijangkau.
h. Represi, adalah melupakan isi kesadaran yang traumatis atau bisa membangkitkan kecemasan, mendorong kenyataan yang tidak bisa diterima kepada ketaksadaran, atau menjadi tidak menyadari hal-hal yang menyakitkan.
i. Formal reaksi, adalah melakukan tindakan yang berlawanan dengan hasrat-hasrat tak sadar, jika perasaan-perasaan yang lebih dalam menimbulkan tindakan yang berlawanan dengan hasrat-hasrat tak sadar, jika perasaan-perasaan yang lebih dalam menimbulkan ancaman, maka seseorang menampilkan tingkah laku yang berlawanan guna menyangkal perasaan-perasaan yang bisa menimbulkan ancaman itu.
6. Perkembangan Kepribadian
a. Pentingnya perkembangan awal
Model psikoanalitik adalah pelukisan tahap-tahap perkembangan psikososial dan psikoseksual individu dari lahir hingga dewasa. Menurut Gerald Corey, pemahaman psikoanalitik tentang perkembangan adalah hal yang esensial jika seseorang konselor menangani kliennya secara mendalam. Ia mengatakan masalah-masalah yang paling khas yang dibawa orang-orang, baik ke dalam situasi-situasi konseling individual maupun kelompok, terdiri dari:
- Ketidakmampuan menaruh kepercayaan pada diri sendiri dan pada orang lain.
- Ketidakmampuan mengakui dan mengungkapkan perasaan-parasaan benci dan marah, penyangkalan terhadap kekuatan sendiri sebagai pribadi, dan kekurangan perasaan-perasaan otonom.
- Ketidakmampuan menerima sepenuhnya seksualitas dan perasaan-perasaan seksual diri sendiri.
b. Tahun Pertama: fase oral
Dari lahir hingga akhir usia satu tahun seseorang bayi menjalani fase oral. Masalah-masalah yang kepribadian yang muncul akibat yang bersumber dari fase oral adalah: pengembangan pandangan terhadap dunia yang didasari oleh ketidakpercayaan, ketakutan untuk menjangkau orang lain, penolakan terhadap afeksi, ketakutan untuk mencintai dan mempercayai rasa harga diri yang rendah, isolasi dan penarikan diri, dan ketidakmampuan membangun atau memlihara hubungan yang akrab.
Fase oral adalah memperoleh rasa percaya kepada orang lain, kepada dunia, dan kepada diri sendiri. Efek penolakan pada fase oral adalah kecenderungan di masa kanak-kank selanjutnya untuk menjadi penakut, tidak aman, haus akan perhatian, iri, agresif, benci, dan kesepian.
c. Usia satu sampai tiga tahun: fase anal
Tugas penting yang harus diselesaikan di fase ini adalah belajar mandiri, memiliki kekuatan pribadi dan otonom, serta belajar bagaimana mengakui dan menangani perasaan-perasaan yang agresif. Bermula dari tahun kedua hingga tahun ketiga, fase anal memiliki arti penting bagi pembentukan kepribadian. Masalah-masalah kepribadian yang muncul kemudian, seperti kompulsi, berakar pada cara para orang tua memperlakukan anak-anaknya selama fase anal ini.
d. Usia tiga sampai lima tahun: fase falik
Fase falik adalah fase ketika kesanggupan-kesanggupan untuk berjalan, berbicara, berfikir, dan mengendalikan otot-otot berkembang pesat. Selama fase ini, aktivitas seksual menjadi lebih intens dan perhatian dipusatkan pada alat-alat kelamin.
Pada fase falik, masturbasi meningkat frekuensinya. Anak-anak menjadi lebih ingin tahu tentang tubuhnya, mereka berhasrat untuk mengeksplorasi tubuh sendiri dan untuk menemukan perbedaan-perbedaan di antara kedua jenis kelamin. Banyak sikap seksualitas ini bersumber dari fase falik, sehingga perlunya penanganan dorongan seksualitas pada fase ini.
Fase falik adalah periode perkembangan hati nurani, suatu masa ketika anak-anak belajar mengenal standar-standar moral. Selama fase falik anak perlu belajar menerima perasaan-perasaan seksual sebagai hal yang ilmiah dan belajar memandang tubuhnya sendiri secara sehat. Pada fase falik ini anak membentuk sekap-sikap mengenai kesenangan fisik, mengenai yang benar dan yang salah, mengenai mana yang maskulin dan mana yang feminim.

B. ADAPTASI ADAPTASI-ADAPTASI PSIKOANALISIS: PARA NEO FREUDIAN
1. Carl Jung
a. Pandangan tentang sifat manusia
Jung menekankan peran maksud dalam pengembangan manusia. Jung memiliki pandangan yang optimis dan kreatif tentang manusia, menekankan tujuan aktualisasi diri.
b. Kesadaran personal
Kesadaran personal meliputi pengalaman-pengalaman yang ada suatu saat disadari tetapi kemudian direpsi dan terlupakan. Gagasan-gagasan yang menyakitkan dan pemikiran-pemikiran yang tidak matang bagi kesadaran detekan dan diabaikan.
c. Kesadaran kolektif
Kesadaran kolektif adalah himpunan ingatan-ingatan terpendam yang diwariskan dari nenek moyang.
d. Persona
Persona adalah topeng yang digunakan dalam merespons situasi-situasi dan tuntutan-tuntutan sosial. Persona juga marupakan diri publik, sisi yang dipertunjukkan oleh seseorang kepada dunia, atau wajah sosial.
e. Animus dan anima
Manusia memiliki karakteristik-karakteristik feminin maupun maskulin. Sisi feminin yang dimiliki pria adalah anima, yang memungkinkan pria mampu memahami wanita. Sedangkan sisi maskulin yang dimiliki oleh wanita adalah animus, yang memungkinkan wanita mampu memahami pria.
f. Dua sikap: ekstraversi dan introversi
Sikap ekstravert mengarahkan seseorang kepada dunia internal dan objektif. Sedangkan sikap introvert mengarahkan seseorang kepada dunia internal dan subjektif.
g. Empat fungsi psikologis dasar
- Tipe berfikir
- Tipe perasa
- Tipe pengecap
- Tipe intuitif
2. Alfred Adler
a. Pandangan tentang pada manusia
Adler menekankan determinan-determinan sosial kepribadian, bukan determinan seksual. Pusat kepribadiannya adalah kesadaran, bukan ketaksadaran.
b. Inferioritas dasar dan kompensasi
Tujuan hidup adalah kesempurnaan, bukan kesenangan. Adler menekankan bahwa setiap orang memiliki perasaan rendah diri.
c. Usaha untuk mencapai superioritas
Dengan berusaha untuk mencapai superioritasnya, ia ingin mengubah kelemahan dengan kekuatan atau mencoba mancapai keunggulan pada suatu bidang sebagai kompensasi bagi kekurangannya dibidang-bidang lain.
d. Gaya hidup
Gaya hidup menerangkan keunikan individu. Gaya individu dibentuk pada masa kanak-kanak sebagai kompensasi bagi inferioritasnya dalam hal tertentu.
e. Pengalaman-pengalaman masa kanak-kanak
Adler menekankan jenis-jenis pengaruh awal yang menyebabkan anak mengembangkan gaya hidup yang keliru.

C. PROSES TERAPEUTIK
1. Tujuan-tujuan Terapeutik
Tujuan terapi psikoanalitik adalah membentuk kembali struktur karakter individual dengan jalan membuat kesadaran yang tak disadari di dalam diri klien. Proses terapeutik difokuskan pada pengalaman-pengalaman –masa kanak-kanak. Pengalaman-pengalaman masa lampau direkonstrusi, dibahas, dianalisis, dan ditafsirkan dengan sasaran merekontruksi kepribadian. Terapi psikoanalitik menekankan dimensi afaktif dari upaya menjadi ketaksadaran diketahui.
2. Fungsi dan peran terapis
Analisis terutama berurusan dengan usaha membantu klien dalam mencapai kesadaran diri, kejujuran, keefektifan dalam melakukan hubungan personal, dalam menangani kecemasan secara realistis, serta dalam memperoleh kendali atas tingkah laku yang impulsif dan irasional. Pengorganisasian proses-proses terapeutik dalam konteks pemahaman terhadap struktur kepribadian dan psikodinamik-psikodenamik itu memungkinkan analisis bisa merumuskan sifat sesungguhnya dari masalah klien. Salah satu fungsi utama analisis adalah mengajarkan arti proses-proses ini kepada klien sehingga klien mampu memperoleh pemahaman terhadap masalah-masalahnya sendiri, mengalami peningkatan kesadaran atas cara-cara untuk berubah.
3. Pengalaman klien dalam terapi
Klien harus bersedia melibatkan diri ke dalam proses terapi yang intensif dan berjangka panjang. Biasanya klien mendatangi terapi beberapa kali seminggu dalam masa tiga sampai lima tahun, yang dalam pertemuan biasanya berlangsung satu jam. Setelah beberapa kali tatap muka, kemudian klien diminta berbaring melakukan asosiasi bebas, yakni mengatakan apa saja yang terlintas dalam pikirannya. Proses asosiasi bebas diketahui sebagai “aturan yang fundamental”. Pada saat berbaring, klien melaporkan perasaan-perasaan, pengalaman-pengalaman, asosiasi-asosiasi, ingatan-ingatan, dan fantasi-fantasinya.
Klien mencapai kesepakatan dengan analisis mengenai pembayaran biaya terapi, mendatangi pertemuan terapi pada waktu tertentu, dan bersedia terlibat dalam proses intensif. Klien sepakat untuk berbicara karena produksi verbal klien merupakan esensi terapu psikoanalitik. Klien secara khusus diminta untuk mengubah gaya hidupnya selama periode analisis.
Selama terapi klien bergerak melalui tahap-tahap tertentu: mengembangkan hubungan dengan analisis, mengalami krisis treatment, memperoleh pemahaman atas masa lampaunya yang tak disadari, mengembangkan resistansi-resistansi untuk balajar lebih banyak tentang diri sendiri, mengembangkan suatu hubungan transferensi dengan analisis, memeperdalam terapi, menangani terapi, menangani resistansi-resistansi dan masalah yang tersingkap, dan mengakhiri terapi.
4. Hubungan antara terapis dan klien
Hubungan klien dengan analisis dikonseptualkan dalam proses transfernsi yang menjadi inti pendekatan psikoanalitik. Jika terapi diinginkan memiliki pengaruh menyembuhkan, maka hubungan transferensi harus digarap. Dimensi utama dari proses penggarapan adalah hubungan transferensi, yang membutuhkan waktu untuk membangunnya serta membutuhkan tambahan waktu untuk memahami dan melarutkannya, maka penggarapannya memerlukan jangka waktu yang panjang bagi keseluruhan proses terapeutik.
Jika analisis mengembangkan pandangan-pandangan yang tidak selaras yang berasal dari konflik-konfliknya sendiri, maka akan terjadi kontratransferensi. Kontratransferensi bisa terdiri dari perasaan tidak suka atau keterikatan dan keterlibatan yang berlebihan. Kontratranferensi dapat mengganggu kemajuan terapi karena reaksi-reaksi dan masalah-masalah analisis sendiri akan menghambat penanganan masalah-masalah klien.
Analisis dianggap telah berkembang mencapai taraf dimana konflek-konflik utamanya sendiri terselesaikan, dan karenanya dia mampu memisahkan kebutuhan-kebutuhan dan masalah-masalahnya sendiri dari situasi terapi. Jika analisis tidak mampu mengatasi kontratranferensi, maka dia menganjurkan agar kembali menjalankan analisis pribadi.

D. PENERAPAN: TEKNIK-TEKNIK DAN PROSEDUR-PROSEDUR TERAPEUTIK
1. Asosiasi bebas
Teknik utama terapi psikoanalitik adalah asosiasi bebas. Disini klien diminta melaporkan segera tanpa ada yang disembunyikan, klien terhanyut bersama segala perasaan dan pikirannya. Klien diminta untuk mengatakan segala sesuatu yang muncul dalam kesadarannya, seperti pikiran, harapan, dan lain-lain, walaupun kelihatannya hal-hal tersebut tidak penting, tidak logis, menyakitkan, ataupun menggelikan. Freud memikirkan bahwa asosiasi bebas ini ditentukan oleh suatu sebab, bukan hal yang acak. Tugas analislah untuk melacak asosiasi ini sampai kesumbernya dan mengidentifikasi suatu pola sebenarnya yang tadinya hanya terlihat sebagai rangkaian kata yang tidak pasti. Terlepasnya emosi yang kuat, yang selama ini ditekan pada situasi terapeutik inipun kemudian disebut sebagai katarsis.
Cara yang khas ialah klien berbaring diatas balai-balai sementara analisis duduk dibelakangnya sehingga tidak mengalihkan perhatian klien pada saat asosiasi-asosiasinya mengalir bebas.
Asosiasi bebas adalah suatu metode pemanggilan kembali pengalaman-pengalaman masa lampau, yang dikenal dengan sebutan katarsis. Hal ini dilakukan guna membantu klien dalam memperoleh pemahaman dan evaluasi diri yang lebih objektif, analis menafsirkan makna-makna utama dari asosiasi bebas ini.
Selama asosiasi bebas berlangsung, tugas analis adalah mengenali bahan yang direpres dan dikurung di dalam ketaksadaran. Analisis menafsirkan peristiwa-peristiwa yang dialaminya dan menyampaikannya kepada klien, membimbing klien kearah peningkatan pemahaman atas dinamika-dinamika yang mendasarinya yang tidak disadari oleh klien.
2. Penafsiran
Penafsiran adalah suatu prosedur dasar dalam meganalisis asosiasi bebas, mimpi-mimpi, resistensi-resistensi dan tranferensi-transferensi. Prosedurnnya terdiri atas tindakan-tindakan analisis yang menyatakan, menerangkan, bahkan mengajari klien makna-makna tingkah laku yang dimanifestasikan oleh mimpi-mimpi, asosiasi bebas, resistensi-resistensi, dan oleh hubungan terapeutik itu sendiri. Fungsi penafsiran adalah mendorong ego untuk mengasimilasi bahan-bahan baru dan mempercepat penyingkapan bahan tak sadar lebih lanjut. Penafsiran-penafsiran analisis menyebabkan pemahaman dan tidak terhalangi bahan tak sadar pada pihak klien.
3. Analisis mimpi
Analisis mimpi adalah sebuah prosedur yang penting untuk menyingkap bahan yang tak disadari dan memberikan kepada klien pemahaman atas beberapa area masalah yang tidak terselesaikan. Freud memandang mimpi-mimpi sebagai “jalan mengistimewa menuju ketaksadaran”, sebab melalui mimpi-mimpi itu hasrat-hasrat, kebutuhan-kebutuhan, dan ketakutan-ketakutan yang tak disadari, diungkapkan.
Analisa terhadap mimpi ini biasanya dilandasi oleh konsep psikoseksual, serta termuat isu gender. Contohnya adalah mimpi mengenai sebuah pohon dapat diinterpretasikan sebagai keinginan untuk mengekspresikan dorongan seksual apabila diimipikan oleh laki-laki, atau representasi dari keinginan untuk memiliki superioritas laki-laki bila dimimpikan oleh perempuan. Dalam hal ini, pohon dipandang sebagai representasi dari alat kelamin laki-laki.
4. Analisis dan penafsiran resistensi
Resistensi merupakan sebuah konsep yang fundamental dalam praktek psikoanalitik adalah sesuatu yang melawan kelangsungan terapi dan mencegah klien mengemukakan bahan yang tak disadari. Sebagai pertahanan terhadap kecemasan, resistensi bekerja secara khas dalam terapi psikoanalitik dengan menghambat klien dan analis dalam melaksanakan usaha bersama untuk memperoleh pemahaman atas dinamika-dinamika ketaksadaran klien.
5. Analisis dan penafsiran transferensi
Sama halnya dengan resistensi, transferensi merupakan inti dari terapi psikoanalitik. Analisis transferensi yang utama dalam psikoanalisis, sebab mendorong klien untuk menghidupkan kembali masa lampaunya dalam terapi.
Transference adalah saat pasien mengembangkan reaksi emosional keterapis. Hal ini bisa saja dikarenakan pasien mengidentifikasi terapis sebagai seseorang dimasa lalunya, misalnya orang tua atau kekasih. Disebut positive transference apabila perasaan itu adalah perasaan saying atau kekaguman, serta negative transference apabila perasaan ini mengandung permusuhan dan kecemburuan.

E. DAMPAK PSIKOANALISIS PADA MASA KINI
Psikoanalitis adalah gerakan unik dalam psikologi. Gerakan ini berkembang dari modal aktifitas mental yang juga menghasilkan psikologi aksi dan gerakan Gestalt di Jerman. Dan juga mengembangkan pandangan dari kebutuhan-kebutuhan para penderita penyakit mental.
Psikoanalisis berpengaruh besar dalam seni, sastra, dan filsafat. Pengaruh ini mencerminkan konstribusi besar Freud: analisis komprehansifnya tentang ketidak sadaran. Sesuai dengan itu, karya sastra dan musik di interprestasi berkaitan dengan aktivitas ketidaksadaran sang seniman, serta kesan ketidaksadaran si peminat.
























BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Sejarah pemikiran dan pandangan Freud tentang naluri agresifatau naluri destruktif ini sangatlah rumit. Kekurangan tertentu dalam kapasitas psikis kita yang karakteristik umumnya masih perlu deselidiki lebih lanjut dan beberapa tindakan yang tampaknya tidak disengaja ternyata dapat dibuktikan memiliki motivasi yang kuat setelah diteliti secara psikoanalisis dan motivasi itu dapat diketahui dengan melakukan penyadaran terhadap motif-motif yang tidak sadar.
Gerakan psikoanalitik memperkenalkan studi tentang proses-proses ketidaksadaran yang mempengaruhi aktivitas manusia, gerakan tersebut sangat konsisten dengan model aktivitas mental di Jerman yang berasal dari tulisasan-tulisan Leibniz dan Kant. Psikoanasisis menekankan tujuan keseimbangan homeostatik energi-energi ketidak sadaran dalam kepribadian.
Teknik yang dipakai oleh teori psikoanalisis yang digunakankan oleh Sigmund freud yaitu teknik asosiasi bebas, transperensi, analisis mimpi, penapsiran dan resistensi.
Para teoritis lain memodifikasi teori Freud dan memasukkan teori budaya serta kebutuhan sosial. Selain itu, para cendikiawan mengintegrasikan model psikoanalitik dengan pendekatan lapangan dan asumsi eksistensial.

B. SARAN
Demikianlah yang dapat kami sampaikan, penulis menyadari makalah ini masih jauh dari kebenarannya, maka penulis menyarankan kepada pembaca untuk selanjutnya agar lebih baik lagi.





DAFTAR PUSTAKA

- Brennan, James F. 2006, Sejarah dan Sistem Psikologi, Jakatra: PT RajaGrafindo Persada.
- Corey, Gerald, 2009, Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi, Bandung: PT Refika Aditama.
- Freud, Sigmund, 2002, civization and its Discontents, Yogyakarta: Penerbit Jendela.
- Freud, Sigmund, 2005, Psikopatologi dalam kehidupan sehari-hari, Pajuruan: Penerbit Pendati.
- McLEOD, John, 2006, Pengantar Konseling, Jakarta: Kencana.
- http://sil-lmg.com/article-category/psikologi-a-pendidikan/20-psikoanalisis-freud
- http://apadefenisinya.blogspot.com/2009/02/teori-konseling-psikoanalisa.html