Senin, 14 Juni 2010

Mengenal Mekanisme Pertahanan Diri Dan Bentuknya


Mengenal Mekanisme Pertahanan Diri Dan Bentuknya

Sebagian dari cara individu mereduksi perasaan tertekan, kecemasan, stress atau pun konflik adalah dengan melakukan mekanisme pertahanan diri baik yang ia lakukan secara sadar atau pun tidak. Hal ini sesuai dengan pendapat dikemukakan oleh Freud sebagai berikut : Such defense mechanisms are put into operation whenever anxiety signals a danger that the original unacceptable impulses may reemerge (Microsoft Encarta Encyclopedia 2002

Freud menggunakan istilah mekanisme pertahanan diri (defence mechanism) untuk menunjukkan proses tak sadar yang melindungi si individu dari kecemasan melalui pemutarbalikan kenyataan. Pada dasarnya strategi-strategi ini tidak mengubah kondisi objektif bahaya dan hanya mengubah cara individu mempersepsi atau memikirkan masalah itu. Jadi, mekanisme pertahanan diri melibatkan unsur penipuan diri.

Istilah mekanisme bukan merupakan istilah yang paling tepat karena menyangkut semacam peralatan mekanik. Istilah tersebut mungkin karena Freud banyak dipengaruhi oleh kecenderungan abad ke-19 yang memandang manusia sebagai mesin yang rumit. Sebenarnya, kita akan membicarakan strategi yang dipelajari individu untuk meminimalkan kecemasan dalam situasi yang tidak dapat mereka tanggulangi secara efektif. Tetapi karena “mekanisme pertahanan diri” masih merupakan istilah terapan yang paling umum maka istilah ini masih akan tetap digunakan.

Berikut ini beberapa mekanisme pertahanan diri yang biasa terjadi dan dilakukan oleh sebagian besar individu, terutama para remaja yang sedang mengalami pergulatan yang dasyat dalam perkembangannya ke arah kedewasaan. Dari mekanisme pertahanan diri berikut, diantaranya dikemukakan oleh Freud, tetapi beberapa yang lain merupakan hasil pengembangan ahli psikoanalisis lainnya.

1. Represi

Represi didefinisikan sebagai upaya individu untuk menyingkirkan frustrasi, konflik batin, mimpi buruk, krisis keuangan dan sejenisnya yang menimbulkan kecemasan. Bila represi terjadi, hal-hal yang mencemaskan itu tidak akan memasuki kesadaran walaupun masih tetap ada pengaruhnya terhadap perilaku. Jenis-jenis amnesia tertentu dapat dipandang sebagai bukti akan adanya represi. Tetapi represi juga dapat terjadi dalam situasi yang tidak terlalu menekan. Bahwa individu merepresikan mimpinya, karena mereka membuat keinginan tidak sadar yang menimbulkan kecemasan dalam dirinya. Sudah menjadi umum banyak individu pada dasarnya menekankan aspek positif dari kehidupannya. Beberapa bukti, misalnya:

  • individu cenderung untuk tidak berlama-lama untuk mengenali sesuatu yang tidak menyenangkan, dibandingkan dengan hal-hal yang menyenangkan,
  • berusaha sedapat mungkin untuk tidak melihat gambar kejadian yang menyesakkan dada,
  • lebih sering mengkomunikasikan berita baik daripada berita buruk,
  • lebih mudah mengingat hal-hal positif daripada yang negatif,

2. Supresi

Supresi merupakan suatu proses pengendalian diri yang terang-terangan ditujukan menjaga agar impuls-impuls dan dorongan-dorongan yang ada tetap terjaga (mungkin dengan cara menahan perasaan itu secara pribadi tetapi mengingkarinya secara umum). Individu sewaktu-waktu mengesampingkan ingatan-ingatan yang menyakitkan agar dapat menitik beratkan kepada tugas, ia sadar akan pikiran-pikiran yang ditindas (supresi) tetapi umumnya tidak menyadari akan dorongan-dorongan atau ingatan yang ditekan (represi)

3. Reaction Formation (Pembentukan Reaksi)

Individu dikatakan mengadakan pembentukan reaksi adalah ketika dia berusaha menyembunyikan motif dan perasaan yang sesungguhnya (mungkin dengan cara represi atau supresi), dan menampilkan ekspresi wajah yang berlawanan dengan yang sebetulnya. Dengan cara ini individu tersebut dapat menghindarkan diri dari kecemasan yang disebabkan oleh keharusan untuk menghadapi ciri-ciri pribadi yang tidak menyenangkan. Kebencian, misalnya tak jarang dibuat samar dengan menampilkan sikap dan tindakan yang penuh kasih sayang, atau dorongan seksual yang besar dibuat samar dengan sikap sok suci, dan permusuhan ditutupi dengan tindak kebaikan.

4. Fiksasi

Dalam menghadapi kehidupannya individu dihadapkan pada suatu situasi menekan yang membuatnya frustrasi dan mengalami kecemasan, sehingga membuat individu tersebut merasa tidak sanggup lagi untuk menghadapinya dan membuat perkembangan normalnya terhenti untuk sementara atau selamanya. Dengan kata lain, individu menjadi terfiksasi pada satu tahap perkembangan karena tahap berikutnya penuh dengan kecemasan. Individu yang sangat tergantung dengan individu lain merupakan salah satu contoh pertahan diri dengan fiksasi, kecemasan menghalanginya untuk menjadi mandiri. Pada remaja dimana terjadi perubahan yang drastis seringkali dihadapkan untuk melakukan mekanisme ini.

5. Regresi

Menarik Diri

Reaksi ini merupakan respon yang umum dalam mengambil sikap. Bila individu menarik diri, dia memilih untuk tidak mengambil tindakan apapun. Biasanya respons ini disertai dengan depresi dan sikap apatis.

Mengelak

Bila individu merasa diliputi oleh stres yang lama, kuat dan terus menerus, individu cenderung untuk mencoba mengelak. Bisa saja secara fisik mereka mengelak atau mereka akan menggunakan metode yang tidak langsung.

Denial (Menyangkal Kenyataan)

Bila individu menyangkal kenyataan, maka dia menganggap tidak ada atau menolak adanya pengalaman yang tidak menyenangkan (sebenarnya mereka sadari sepenuhnya) dengan maksud untuk melindungi dirinya sendiri. Penyangkalan kenyataan juga mengandung unsur penipuan diri.

5. Fantasi

Dengan berfantasi pada apa yang mungkin menimpa dirinya, individu sering merasa mencapai tujuan dan dapat menghindari dirinya dari peristiwa-peristiwa yang tidak menyenangkan, yang dapat menimbulkan kecemasan dan yang mengakibatkan frustrasi. Individu yang seringkali melamun terlalu banyak kadang-kadang menemukan bahwa kreasi lamunannya itu lebih menarik dari pada kenyataan yang sesungguhnya. Tetapi bila fantasi ini dilakukan secara proporsional dan dalam pengendalian kesadaraan yang baik, maka fantasi terlihat menjadi cara sehat untuk mengatasi stres, dengan begitu dengan berfantasi tampaknya menjadi strategi yang cukup membantu

6. Rasionalisasi

Rasionalisasi sering dimaksudkan sebagai usaha individu untuk mencari-cari alasan yang dapat diterima secara sosial untuk membenarkan atau menyembunyikan perilakunya yang buruk. Rasionalisasi juga muncul ketika individu menipu dirinya sendiri dengan berpura-pura menganggap yang buruk adalah baik, atau yang baik adalah yang buruk.

7. Intelektualisasi

Apabila individu menggunakan teknik intelektualisasi, maka dia menghadapi situasi yang seharusnya menimbulkan perasaan yang amat menekan dengan cara analitik, intelektual dan sedikit menjauh dari persoalan. Dengan kata lain, bila individu menghadapi situasi yang menjadi masalah, maka situasi itu akan dipelajarinya atau merasa ingin tahu apa tujuan sebenarnya supaya tidak terlalu terlibat dengan persoalan tersebut secara emosional. Dengan intelektualisasi, manusia dapat sedikit mengurangi hal-hal yang pengaruhnya tidak menyenangkan bagi dirinya, dan memberikan kesempatan pada dirinya untuk meninjau permasalah secara obyektif.

8. Proyeksi

Individu yang menggunakan teknik proyeksi ini, biasanya sangat cepat dalam memperlihatkan ciri pribadi individu lain yang tidak dia sukai dan apa yang dia perhatikan itu akan cenderung dibesar-besarkan. Teknik ini mungkin dapat digunakan untuk mengurangi kecemasan karena dia harus menerima kenyataan akan keburukan dirinya sendiri. Dalam hal ini, represi atau supresi sering kali dipergunakan pula.

  1. Beroperasi pada level tak sadar
  2. Selalu menolak, memalsu atau memutar balikkan kenyataan
  3. mengubah persepsi nyata seseorang sehingga stimulus menjadi kurang mengancam.

Freud mendiskripsikan ada tujuh mekanisme pertahanan meliputi :

  1. Identifikasi (Identification) : sebuah upaya untuk mereduksi ketegangan dengan cara meniru atau mengidentifikasi diri dengan orang yang dianggap berhasil memuaskan hasratnya dibanding dirinya. Misal : meniru orang tuanya, gurunya, atlit ataupun penyanyi idola.
  2. Pemindahan atau reaksi kompromi (Displacement / Reactions Compromise) : upaya untuk mereduksi ketegangan dengan cara mengganti ganti obyek melalui :
    1. Sublimasi, misal mengisap permen sebagai sublimasi kenikmatan mengisap ibu jari
    2. Substitusi, misal remaja yang cemas akan dorongan seksnya menyalurkannya melalui bacaan cabul atau onani
    3. Kompensasi, misal tubuh yang pendek dikompensasikan dengan sikap percaya diri yang berlebihan.
  3. Represi (repression) : upaya mereduksi ketegangan dengan cara menekan ide, ingatan, fikiran yang dapat menimbulkan kecemasan keluar dari kesadaran. Represi dapat muncul dalam bentuk campuran misal :
    1. Represi + displacement : Remaja yang takut kepada orang tuanya mengekspresikan kemarahannya dalam bentuk melawan gurunya
    2. Represi + simptom histerik : Pilot yang mengalami kebutaan setelah menyaksikan partner kopilotnya meninggal saat kecelakaan pesawat.
    3. Represi + psychophysiological disorder : Wanita yang mengalami sakit migrain setiap kali menahan rasa marahnya.
    4. Represi + fobia : Pria yang takut dengan barang yang terbuat dari karet karena selalu teringat akan kemarahan ayahnya saat dirinya memecahkan balon karet kesayangan adiknya.
    5. Represi + nomadisme : Orang yang suka berpindah pindah tempat ataupun minat karena frustasi dan ingin selalu lari dari masalah
  4. Fiksasi dan Regresi (Fixation and Regression) :
    1. Fiksasi : Terhentinya pertumbuhan normal mental seseorang akibat ketidak mampuan mengatasi peristiwa buruk yang ekstrem ataupun kontinyu dimasa lalu. Misal : ketergantungan finansial pada orang tua akibat dimanja.
    2. Regresi : Sikap untuk selalu kembali mundur ke tahap perkembangan terdahulu (biasanya ke tahap dimana pernah mengalami fiksasi) karena menimbulkan rasa nyaman.
  5. Pembentukan reaksi (Reaction Formation) : tindakan defensif dengan cara mengganti impuls atau perasaan tidak nyaman dengan kebalikannya. Misal : Suami yang membenci istrinya, memperlakukan istrinya dengan memanjakan atau mencumbunya secara berlebihan.
  6. Pembalikan (Reversal) : mengubah status ego dari aktif menjadi pasif. Misal : Benci pada ibu yang pilih kasih namun dibalik menjadi benci kepada dirinya sendiri.
  7. Projeksi (projection) : mengubah kecemasan neurotik atau moral menjadi kecemasan realistik . Misal : Saya membenci dia (menimbulkan kecemasan neurotik) diubah menjadi dia membenci saya (salah dia sendiri).

Post-Abortion Syndrome adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan konsekuensi emosional dan psikologis dari suatu aborsi. Ketika kita mengalami kejadian yang traumatik, tanpa kesempatan untuk memproses pengalaman emosional, dapat terjadi reaksi negatif yang tertunda. Kita hidup di tengah masyarakat yang menghiraukan konsekuensi menyakitkan dari suatu aborsi. Perempuan dan lelaki yang mengalami aborsi, seharusnya berbicara dan memproses secara normal rasa takut, malu, cemas, sedih dan rasa bersalah yang biasanya muncul setelah terjadi aborsi. Ketika emosi-emosi itu di sangkal dan dikubur, biasanya mereka akan muncul kembali di waktu-waktu yang tidak terduga.

Untuk menutupi rasa sakit secara emosional, para perempuan biasanya akan membangun sebuah mekanisme pertahanan diri untuk mebenarkan keputusannya. Secara sepintas mekanisme ini “mampu” memecahkan permasalah (sementara waktu) akan tetapi pada hakekatnya justru semakin mempersulit keadaan dan menambah permasalahan tersebut dengan menjadikannya lebih kompleks.

Dr.Kartini Kartono dalam bukunya “Psikologi Abnormal dan Abnormalitas Seksual “ menyebutkan bahwa mekanisme pertahanan diri atau self defend mechanisme adalah salah satu bentuk reaksi negative terhadap frustasi. Frustasi adalah situasi dimana satu kebutuhan atau tujuan tidak terpenuhi. Ketika seseorang gagal mencapai keinginannya dan tidak dapat memberi respon yang tepat terhadap kondisinya maka dikatakan bahwa orang tersebut mengalami frustasi. Ketika mengalami frustasi seseorang dapat memiliki pilihan untuk melakukan respon positif atau negative. Respon positif biasanya dilakukan dengan adanya perenungan yang mendalam, perubahan mobilisasi dan aktivitas, tawakal, atau kemudian mensubstitusi tujuannya tersebut.

Respon negative biasanya dilakukan melalui mekanisme pertahanan diri. Hal tersebut mencakup:

Rasionalisasi.

Setiap perempuan yang melakukan aborsi cenderung mengakui bahwa aborsi adalah sebuah tindakan yang salah namun mereka membuat pengecualian bagi dirinya atas alasan-alasan tertentu. Hal ini mencakup banyak alasan yang di berikan seorang perempuan untuk melakukan aborsi yang menjelaskan apakah yang sedang dilakukannya tersebut baik bagi dirinya. Apakah jika ia tidak melakukan aborsi maka resiko yang di ambilnya cukup sepadan dengan apa yang mesti ia pertaruhkan. Biasanya alasan yang di paling sering di gunakan adalah kekhawatiran akan keadaan finansial yang belum stabil, kemarahan keluarga akibat anak di luar nikah, di tinggal pasangan, kesempatan pendidikan dan bekerja, dan lain sebagainya yang terus coba di rasionalisasikan, sehingga ia merasa bahwa apa keputusannya melakukan aborsi adalah baik bagi dirinya sendiri, pasangannya dan keluarganya. Memang jauh lebih mudah merasionalisasikan kesalahan daripada mengakuinya.

Sweet Orange Technique ( Teknik Jeruk manis ).

Ini adalah suatu cara mekanisme pertahanan diri dengan memberikan atribut yang manis pada kegagalan atau kelemahan atau kekurangan diri sendiri. Perempuan post-abortus cenderung memberi atribut manis untuk membenarkan tindakan aborsinya. Misalnya dengan mengatakan bahwa dengan melakukan aborsi ia telah menyelamatkan masa depannya, kehidupan si calon bayi yang belum tentu bisa hidup layak atau nama baik keluarganya

Sour Grape Technique ( Teknik Anggur Asam).

Teknik ini dipakai dengan memberikan atribut yang negative pada tujuan yang tidak bisa di capainya. Seorang post-abortus membenarkan kegagalannya mempertahankan kehamilan dengan menyatakan bahwa jika ia mempertahankan kehamilannya maka masa depannya akan hancur, ekonomi keluarga semakin memburuk dan keluarga akan kecewa.

Identifikasi.

Salah satu pembenaran atas keputusannya melakukan aborsi kemudian diasosiasikan dengan para perempuan lain yang melakukan hal serupa. Dengan demikian ia membenarkan tindakannya karena tindakan aborsi tersebut juga dilakukan oleh orang lain.
Represi. Perempuan biasanya tidak menyadari akan adanya perasaan negatif yang dapat terjadi setelah aborsi.

Supresi.

Usaha ini dilakukan untuk menghilangkan memori atau mendesak alam bawah sadar akan perasaan-perasaan, kebutuhan terhadap sesuatu atau trauma yang pernah di alaminya. Hal ini terjadi ketika seorang perempuan menghapus perasaan negatif mengenai aborsi dari pikirannya dan tidak memperbolehkan dirinya untuk berkontemplasi dengan perasaannya sendiri. Sedemikian rupa seorang perempuan post-abotus akan menekan perasaan dan memorinya yang berkaitan dengan aborsi, seakan-akan aborsi tidak menjadi bagian dari dirinya. Sebisa mungkin ia akan menghindar dari emosi-emosi yang berhubungan dengan aborsi. Emosi-emosi tersebut memang bisa ditekan namun bisa muncul ke permukaan dalam bentuk lain berupa mimpi buruk, halusinansi, delusi dll.

Kompensasi.

Hal ini terjadi ketika seorang perempuan mulai hamil segera setelah aborsinya. Dia dapat mengaborsi kehamilan tersebut untuk meyakinkan dirinya bahwa aborsi itu baik, atau justru meneruskan kehamilannya dalam wacana sebagai pengganti atas bayi yang telah di aborsi. Bisa juga seorang post-abortus mengkompensasi perasaannya dengan lebih menyukai anak kecil dan merasa harus menjadi seorang ibu yang baik suatu saat nanti. Semua itu untuk membayar rasa bersalah yang terpendam di alam bawah sadranya, meskipun tanpa ia sadari.

dividu melibatkan usaha-usaha untuk mengatur emosinya dalam rangka menyesuaikan diri dengan dampak yang akan diitmbulkan oleh suatu kondisi atau situasi yang penuh tekanan. Hasil penelitian membuktikan bahwa individu menggunakan kedua cara tersebut untuk mengatasi berbagai masalah yang menekan dalam berbagai ruang lingkup kehidupan sehari-hari (Lazarus & Folkman, 1984). Faktor yang menentukan strategi mana yang paling banyak atau sering digunakan sangat tergantung pada kepribadian seseorang dan sejauhmana tingkat stres dari suatu kondisi atau masalah yang dialaminya. Contoh: seseorang cenderung menggunakan problem-solving focused coping dalam menghadapai masalah-masalah yang menurutnya bisa dikontrol seperti masalah yang berhubungan dengan sekolah atau pekerjaan; sebaliknya ia akan cenderung menggunakan strategi emotion-focused coping ketika dihadapkan pada masalah-masalah yang menurutnya sulit dikontrol seperti masalah-masalah yang berhubungan dengan penyakit yang tergolong berat seperti kanker atau Aids.

Hampir senada dengan penggolongan jenis coping seperti dikemukakan di atas, dalam literatur tentang coping juga dikenal dua strategi coping ,yaitu active & avoidant coping strategi (Lazarus mengkategorikan menjadi Direct Action & Palliative). Active coping merupakan strategi yang dirancang untuk mengubah cara pandang individu terhadap sumber stres, sementara avoidant coping merupakan strategi yang dilakukan individu untuk menjauhkan diri dari sumber stres dengan cara melakukan suatu aktivitas atau menarik diri dari suatu kegiatan atau situasi yang berpotensi menimbulkan stres. Apa yang dilakukan individu pada avoidant coping strategi sebenarnya merupakan suatu bentuk mekanisme pertahanan diri yang sebenarnya dapat menimbulkan dampak negatif bagi individu karena cepat atau lambat permasalahan yang ada haruslah diselesaikan oleh yang bersangkutan. Permasalahan akan semakin menjadi lebih rumit jika mekanisme pertahanan diri tersebut justru menuntut kebutuhan energi dan menambah kepekaan terhadap ancaman.

Faktor yang Mempengaruhi Strategi Coping

Cara individu menangani situasi yang mengandung tekanan ditentukan oleh sumber daya individu yang meliputi kesehatan fisik/energi, keterampilan memecahkan masalah, keterampilan sosial dan dukungan sosial dan materi.

Kesehatan Fisik

Kesehatan merupakan hal yang penting, karena selama dalam usaha mengatasi stres individu dituntut untuk mengerahkan tenaga yang cukup besar

Keyakinan atau pandangan positif

Keyakinan menjadi sumber daya psikologis yang sangat penting, seperti keyakinan akan nasib (eksternal locus of control) yang mengerahkan individu pada penilaian ketidakberdayaan (helplessness) yang akan menurunkan kemampuan strategi coping tipe : problem-solving focused coping

Keterampilan Memecahkan masalah

Keterampilan ini meliputi kemampuan untuk mencari informasi, menganalisa situasi, mengidentifikasi masalah dengan tujuan untuk menghasilkan alternatif tindakan, kemudian mempertimbangkan alternatif tersebut sehubungan dengan hasil yang ingin dicapai, dan pada akhirnya melaksanakan rencana dengan melakukan suatu tindakan yang tepat.

Keterampilan social

Keterampilan ini meliputi kemampuan untuk berkomunikasi dan bertingkah laku dengan cara-cara yang sesuai dengan nilai-nilai sosial yang berlaku dimasyarakat.

Dukungan sosial

Dukungan ini meliputi dukungan pemenuhan kebutuhan informasi dan emosional pada diri individu yang diberikan oleh orang tua, anggota keluarga lain, saudara, teman, dan lingkungan masyarakat sekitarnya

Sumbernya:

Sumber : http://klinikservo.wordpress.com/2007/10/07/mekanisme-pertahanan/

http://abortus.blogspot.com/2008/08/mekanisme-pertahanan-diri.html

http://okta1988.comze.com/mekanisme%20mempertahankan%20diri.html

http://meetabied.wordpress.com/2010/02/15/mekanisme-pertahanan-diri-dan-mekanisme-coping/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar