Jumat, 26 November 2010

bimbingan konseling kelompok

NAMA : DAHLIA

NIM : 10842003825

SEMESTER : V / BPI

M. KULIAH : BIMBINGAN DAN KONSELING ISLAM III

A. Jenis-Jenis Bimbingan Konseling Kelompok

Jenis layanan ini dapat dibagi menjadi:

1. Bimbingan Pendidikan (Educational Guidance)

Dalam hal ini bantuan yang dapat diberikan kepada anak dalam bimbingan pendidikan berupa informasi pendidikan, cara belajar yang efektif, pemilihan jurusan, lanjutan sekolah, mengatasi masalah belajar, mengambangkan kemampuan dan kesanggupan secara optimal dalam pendidikan atau membantu agar para siswa dapat sukses dalm belajar dan mampu menyesuaikan diri terhadap semua tuntutan sekolah.

2. Bimbingan Pekerjaan

Bimbingan pekerjaan merupakan kegiatan bimbingan yang pertama, yang dimulai oleh Frank Parson pada tahun 1908 di Boston, Amerika Serikat. Departemen tenaga kerja di negara ini telah memplopori bimbingan pekerjaan bagi kaum muda agar mereka memiliki bekal untuk terjun ke masyarakat.

Bimbingan pekerjaan telah masuk sekolah dan setiap siswa di sekolah lanjutan tungkat pertama dan atas menerima bimbingan karir. Konsep Parson sangat sederhana, yaitu sekedar membandingkandan mengkombinasikan antara hasil analisis individual dan hasil analisis dunia kerja

3. Bimbingan Pribadi

Bimbingan pribadi merupakan batuan yang diberikan kepada siswa untuk embangun hidup pribadinya, seperti motivasi, persepsi tentang diri, gaya hidup, perkembangan nilai-nilai moral / agama dan sosial dalam diri, kemampuan mengerti dan menerima diri orang lain, serta membantunya untuk memecahkan masalah pribadi yang ditemuinya. Ketepatan bimbingan ini lebih terfokus pada pengembangan pribadi, yaitu membantu para siswa sebagai diri untuk belajar mengenal dirinya, belajar menerima dirinya, dan belajar menerapkan dirinya dalam proses penyesuaian yang produktif terhadap lingkunganya.

Dalam bimbingan pribadi ini dapat dirinci menjadi pokok-pokok berikut :

1. pemantapan sikap dan kebiasaan serta pengembangan wawasan dalam beriman dan bertakwa kepada Tuhan YME

2. Pemantapan pemahaman tentang kekuatan diri dan pengembangan untuk kegiatan-kegiatan yang kreatif dan produktif, baik dalam kehidupan sehari-hari maupun untuk peranya masa depan

3. Pemantapan pemahaman tentang kelamahan diri dan usaha penanggulanganya.

4. Pemantapan kemampuan mengambil keputusan.

5. Pemantapan kemampuan mengarahkan diri sesuai dengan keputusan yang diambilnya.

6. Pemantapan kemampuan berkomunikasi, baik melalui lisan maupun tulisan secara efektif

7. Pemantapan kemampuan menerima dan menyampaikan pendapat serta berargumentasi secara dinamis, kreatif dan produktif.

http://delsajoesafira.blogspot.com/2010/05/jenis-bimbingan-dan-konseling.html

B. Kode Etik Bimbingan Konseling

Kode Etik Bimbingan dan Konseling Indonesia;Merupakan landasan moral dan pedoman tingkah laku profesional yang dijunjung tinggi, diamalkan dan diamankan oleh setiap profesional Bimbingan dan Konseling .

a. Dasar Kode Etik Profesi B-K

1. Pancasila, mengingat profesi bimbingan dan konseling merupakan usaha pelayanan terhadap sesama manusia dalam rangka ikut membina warga negara Indonesia yang bertanggung jawab

2. Tuntutan profesi, yang mengacu pada kebutuhan dan kebahagiaan klien sesuai denagn norma-norma yang berlaku


Kode etik adalah pola ketentuan / aturan / tata cra yang menjadi pedoman menjalani tugas dan aktivitas suatu profesi. Di samping rumusan kode etik bimbingan dan konseling yang dirumusakan oleh ikatan petugas bimbingan Indonesia, yaitu:
1. Pembimbing menghormati harkat klien.

2. Pembimbing menempatkan kepentingan klien diatas kepentingan pribadi.

3. Pembimbing tidak membedakan klien.

4. Pembimbing dapat menguasai dirinya, dalam arti kata kekurangan-kekurangannya dan perasangka-prasangka pada dirinya.

5. Pembimbing mempunyai sifat renda hati sederhana dan sabar.

6. Pembimbing terbuka terhadap saran yang diberikan pada klien.

7. Pembimbing memiliki sifat tanggung jawab terhadab lembaga ataupun orang yang dilayani.

8. pembimbing mengusahakan mutu kerjanya sebaik ungkin.

9. pembimbing mengetahui pengetahuan dasar yang memadai tentang tingkah laku orang , serta tehnik dan prosedur layanan bimbingan guna memberikan layanan sebaik-baiknya.

10. seluruh catatan tentang klien bersifat rahasia.

11. suatu tes hanya boleh diberikan kepada petugas yang berwenang menggunakan dan menafsirkan hasilnya.

Beberapa rumusan kode etik bimbingan dan konseling adalah sebagai berikut:
1. Pembimbing yang memegang jabatan harus memegang teguh prinsip-prinsip bimbingan dan kinseling.

2. pembimbing harus berusaha semaksimal mungkin untuk mencapai hasil yang baik.

3. pekerjaan pembimbing harus harus berkaitan dengan kehidupan pribadi seseorang

maka seorang pembimbing harus:

a. Dapat menyimpan rahasia klien

b. Menunjukkan penghargaan yang sama pada berbagai macam klien.

c. Pembimbing tidak diperkjenan menggunakan tena pembantu yang tidak ahli.

d. Menunjukkan sikap hormat kepada klien

e. Meminta bantuan alhi diluar kemampuan stafnya.

http://cybercounselingstain.bigforumpro.com/info-seputar-bimbingan-konseling-f3/info-kode-etik-konselor-indonesia-t60.htm

http://id.shvoong.com/books/guidance-self-improvement/1968030-kode-etik-bimbingan-dan-konseling/

C. Konseling Lintas Budaya

Dalam mendefinisikan konseling lintas budaya, kita tidak akan dapat lepas dari istilah konseling dan budaya. Pada paparan paparan terdahulu telah disajikan secara lengkap mengenai pengertian konseling dan pengertian budaya. Dalam pengertian konseling terdapat empat elemen pokok yaitu:

1. adanya hubungan,

2. adanya dua individu atau lebih,

3. adanya proses,

4. membantu individu dalam memecahkan masalah dan membuat keputusan.

Sedangkan dalam pengertian budaya, ada tiga elemen yaitu:

a. merupakan produk budidaya manusia,

b. menentukan ciri seseorang,

c. manusia tidak akan bisa dipisahkan dari budayanya.

Konseling lintas budaya (cross-culture counseling) mempunyai arti suatu hubungan konseling dalam mana dua peserta atau lebih, berbeda dalam latar belakang budaya, nilai nilai dan gaya hidup (Sue et al dalam Suzette et all 1991; Atkinson, dalam Herr, 1939).

konseling lintas budaya akan dapat terjadi jika antara konselor dan klien mempunyai perbedaan. Kita tahu bahwa antara konselor dan klien pasti mempunyai perbedaan budaya yang sangat mendasar. Perbedaan budaya itu bisa mengenai nilai nilai, keyakinan, perilaku dan lain sebagainya. Perbedaan ini muncul karena antara konselor dan klien berasal dari budaya yang berbeda. Konseling lintas budaya akan dapat terjadi jika konselor kulit putih memberikan layanan konseling kepada klien kulit hitam atau konselor orang Batak memberikan layanan konseling pada klien yang bera¬sal dari Ambon.

Layanan konseling lintas budaya tidak saja terjadi, pada mereka yang berasal dari dua suku bangsa yang berbeda. Tetapi layanan konseling lintas dapat pula muncul pada suatu suku bangsa yang sama. Sebagai contoh, konselor yang berasal dari jawa Timur memberikan layanan konseling pada klien yang berasal dari jawa tengah, mereka sama sama berasal dari suku atau etnis jawa. Tetapi perlu kita ingat, ada perbedaan mendasar antara orang jawa Timur dengan orang Jawa Tengah. Mungkin¬ orang Jawa Timur lebih terlihat "kasar", sedangkan orang jawa Tengah lebih "halus".

definisi konseling lintas budaya adalah bagaimana konselor dapat bekerja sama dengan klien? Dalam melakukan hubungan konseling dengan klien, maka konselor sebaiknya bisa memahami klien seutuhnya. Memahami klien seutuhnya ini berarti konselar harus dapat memahami budaya spesifik yang mempengaruhi klien, memahami keunikan klien dan memahami manusia secara umum/universal (Speight, 1991).

Menurut Pedersen (1980) dinyatakan bahwa konseling lintas budaya memiliki tiga elemen yaitu:

1. konselor dan klien berasal dari latar belakang budaya yang berbeda, dan melakukan konseling dalam latar belakang budaya (tempat) klien.

2. konselor danklien berasal dari latar belakang budaya yang berbeda, dan melakukan konseling dalamlatar belakang budaya (tempat) konselor; dan

3. konselor dan klien berasal dari latar belakang budaya yang berbeda, dan melakukankonseling di tempat yang berbeda pula.

menurut Pedersesn, Lonner dan Draguns (dalam Carter, 1991) dinyatakan bahwa beberapa aspek dalam konseling lintas budaya adalah (1) latar belakang budaya yang dimiliki oleh konselor, (2) latar belakang budaya yang diimiliki oleh klien, (3) asumsi-asumsi terhadap masalah yang akan dihadapi selama konseling, dan (4) nilai-nilai yang mempengaruhi hubungan konseling, yaitu adanya kesempatan dan hambatan yang berlatar belakang tempat di mana konseling itu dilaksanakan.

Dalam pelaksanaan konseling, terdapat banyak faktor yang dapat mempengaruhi lancarnya proses konseling. Kita ketahui bersama bahwa antara konselor dan klien sudah pasti akan membawa budayanya sendiri sendiri. Konselor akan membawa seperangkat budaya yang dibawa dari lingkup dimana dia berasal, dan klien alcan membawa superangkat budaya yang dibawa dari, lingkungan dimana dia berasal.
Selain lingkup (tempat) di mana konselor dan klien berasal, ada satu hal yang penting dan tidak boleh dilupakan bahwa antara konselor dan klien membawa tugas perkembangan masing masing masing.

Dan kita ketahui bersama bahwa masing masing tugas perkembangan yang dibawa oleh setiap individu adalah tidak sama. Konselor akan membawa tugas perkembangannya sesuai dengan usianya. Begitu pula dengan klien, dia akan membawa tugas perkembangannya sesuai dengan umurnya.

Adapun faktor faktor lain yang secara signifikan mempengaruhi proses konseling lintas budaya adalah:

1). keadaan demografi yang meliputi jenis kelamin, umur tem¬pat tinggal,

2). variabel status seperti pendidikan, poli¬tik dan ekonomi, serta variabel etnografi seperti agama, adat, sistem nilai (Arredondo & Gonsalves, 1980; Canary & Levin dalam Chinapah, 1997; Speight dkk, 1991; Pedersens, 1991; Lipton dalam Westbrook & Sedlacek, 1991).

Karakteristik konselor yang efektif. Dalam pelaksanaan konseling lintas budaya konselor tidak saia dituntut untuk mempunyai kompetensi atau kemampuan seperti yang telah disajikan di atas. Tetapi dalam hal ini perlu pula disajikan karakteristik atau ciri ciri khusus dari konselor yang melaksa¬nakan layanan konseling lintas budaya. Sue (Dalam George & Cristiani: 1990) menyatakan beberapa karakteristik konselor sebagai berikut:

1. Konselor lintas budaya sadar terhadap nilai-nilai pribadi yang dimilikinya dan asumsi- asumsi terbaru tentang perilaku manusia.

Dalam hal ini, konselor yang melakukan praktik konseling lintas budaya, seharusnya sadar bahwa dia memiliki nilai nilai sendiri yang harus dijunjung tinggi. Konselor harus sadar bahwa nilai nilai dan norma norma yang dimilikinya itu akan terus dipertahankan sampai kapanpun juga. Di sisi lain, konselor harus menyadari bahwa klien yang akan dihadapinya adalah mereka yang mempunyai nilai nilai dan norma yang berbeda dengan dirinya. Untuk hal itu, maka konselor harus bisa menerima nilai nilai yang berbeda itu dan sekaligus mempelajarinya

2. Konselor lintas budaya sadar terhadap karakteristik konseling secara umum.
Konselor dalam melaksanakan konseling sebaiknya sadar terhadap pengertian dan kaidah dalam melaksanakan konseling. Hal ini sangat perlu karena pengertian terhadap kaidah kanseling yang terbaru akan membantu konselor dalam memecahkan masalah yang dihadapi oleh klien. Terutama mengenai kekuatan baru dalam dunia konseling yaitu konseling !intas budaya.

3. Konselor lintas budaya harus mengetahui pengaruh kesukuan, dan mereka harus mempunyai perhatian terhadap lingkungannya.

Konselor dalam melaksanakan tugasnya harus tanggap terhadap perbedaan yang berpotensi untuk menghambat proses konseling. Terutama yang berkaitan dengan nilai nilai atau norma norma yang dimili¬ki oleh suku suku tertentu. Terlebih lagi, jika konse!or melakukan praktek konseling di indonesia. Dia harus sadar bahwa Indonesia mempunyai kurang lebih 357 etnis, yang tentu saja membawa nilai nilai dan norma yang berbeda.Untuk mencegah timbulnya hambatan tersebut, maka konselor harus mau belajar dan memperhatikan lingkungan di mana dia melakukan praktik. Dengan mengadakan perhatian atau observasi nilai-nilai lingkungan di sekitarnya, diharapkan konselor dapat mencegah terjadinya kemandegan atau pertentangan selama proses konseling.

4. Konselor lintas budaya tidak boleh mendorong seseorang (klien) untuk dapat memahami budayanya (nilai-nilai yang dimiliki konselor)

Untuk hal ini, ada aturan main yang harus ditaati oleh setiap konselor. Konselor mempunyai kode etik konseling, yang secara tegas menyatakan ¬bahwa konselor tidak boleh memaksakan kehendaknya kepada klien. Hal ini mengimplikasikan bahwa sekecil apapun kamauan konselor tidak bolah dipaksakan kepada klien. Klien tidak boleh diintervensi oleh konselor tanpa persetujuan klien.

5. Konselor lintas budaya dalam melaksanakan konseling harus mempergunakan pendekaten eklektik

Pendekatan eklektik adalah suatu pendekatan dalam konseling yang mencoba untuk menggabungkan beberapa pendekatan dalam konseling untuk membantu memecahkan masalah klien. Penggabungan ini dilakukan untuk membantu klien yang mempunyai perbedaan gaya hidup. Selain itu, konseling eklektik dapat berupa penggabungan pendekatan konseling yang ada dengan pendekatan yang digali dari masyarakat pribumi (indegenous).

http://karyaboy.blogspot.com/2008/02/konseling-lintas-budaya.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar