Jumat, 26 November 2010

kehidupan perempuan dalam keluarga

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Beruntunglah bagi umat manusia yang mengaku beragama Islam, karena semua kehidupannya sudah diatur dalam sebuah pedoman yang abadi, yaitu Al-Qur’an dan al Hadits. Bahkan bagi kaum hawa diberikan tempat yang sangat mulia dan dimuliakan dalam posisi penuh makna. Bagaikan mahkota kehidupan sebagai simbul keluhuran bhudi dan ketangguhan dalam mengarungi hidup dan kehidupan. Namun kelembutan dan keindahan perempuan jangan berbalik jadi kenistaan dan kesedihan yang tak berujung pangkal karena hanya dijadikan alat pemuas lawan jenisnya.

Dengan diakui ataupun tidak masih banyak kaum hawa yang berkeliaran ditengah remang-remang kehidupan malam. Bahkan di daerah perbatasan dengan Negara tetangga ada suatu komplek yang tak lajim untuk diceritakan. Maka penulis menawarkan sebuah alternative tentang Kerjasama Bina Keluarga Balita yang dimotori dan diprakarsai oleh kaum hawa. Mengapa harus kaum hawa! Bukankah saat ini sedang dikembangkan PUG dan kemitra sejajaran antara laki-laki dan perempuan. Justru perempuan muslimah yang benar, jujur dan suka bertobat akan terhindar dari keburukan dan gangguan. Maka di dalam buku Aidh Bin Abdullah Al Qorni (2004: 105) ” Jadilah anda seorang wanita yang tinggi kedudukannya, jauh dari semua urusan yang rendah, dan terpelihara dari segala sesuat yang memperdaya norma rasa malu. Bicara Anda berdzikir, Penalaran Anda adalah mengambil pelajaran dan diam Anda adalah berpikir”.

Diakui ataupun tidak, disadari ataupun tidak bahwa kiprah dan pengabdian perempuan sangat kompleks dan dinamis. Makanya harus dibekali dengan konsep diri yang sehat supaya berimplikasi pada anak balitanya menjadi generasi yang tidak rentan menghadapi situasi global yang semakin menggelinding. Walaupun disadari sepenuhnya bahwa manusia tidak diberikan kemampuan untuk menghadapi dua masalah bersamaan. Tapi dengan kesabarannya dan ketulusan hatinya perempuan lebih tahan mengahadapi konflik. Jadi tidak berlebihan bila penulis berpendapat bahwa perempuan merupakan mahkota kehidupan apabila diberi peluang yang wajar menjadi Istri yang baik dan Ibu yang telaten mengurus anak keturunannya.

Namun terkadang Allah memberi nikmat kepada suatu kaum sesudah cobaan yang besar dan menguji kaum lainnya sesudah memberi nikmat. Jadi janganlah sekali-kali berlebihan menyikapi setiap persoalan. Jangan merasa berkecukupan dengan ilmu yang telah dimiliki. Jangan merasa paling soleh dalam memaknai hidup ini. Dan kendaklah berperilaku hati-hati. Kata Nabi kenali orang, jangan ingin terkenal. Karena bila sudah merasa terkenal bisa menimbulkan fitnah, ria, dan sombong.

Perempuan yang bersahaja bisa mengumpulkan berbagai kharisma dan aura keibuan yang mampu membimbing anak balitanya. Perempuan yang baik tidak hanya ingin memuaskan untuk diri sendiri. Tetapi Harus seperti pengembala mampu mengelus ternak dengan penuh kecintaan. Dalam terik mata hari gembalaannya dibawa pada suatu lebah yang banyak air, mampu melindungi dari sergapan binatang buas. Perempuan muslimah harus mampu memberi kail pada anak remajanya. Tunjukan sungai yang ber air dan banyak ikannya. Harus merasa sakit ketika anak sakit, ketika banyak nyamuk rela untuk melindunginya dengan dekapan dan kehangatan.

BAB II

PEMBAHASAN

KEHIDUPAN PEREMPUAN DALAM KELUARGA

A. Pengertian

1. Perempuan

Wanita secara harfiah disebut kaum perempuan. Kaum yang sangat dihormati dalam islam.[1] perempuan adalah makhluk yang sulit untuk dipahami, lebih sulit dari teori relativitas einstein, kalkulus integral lapis tiga, mekanika kuantum, rekayasa genetik dan programming assembler.

Perempuan ini sangat dihormati karena mengambarkan tugas yang mulia dan fungsi seorang ibu dalam pemimpin rumah tangga. Nabi bersabda, al-janatu takhta aqdamil ummahati yang artinya: “surge itu terletak di telapak kaki ibu.”

asal usul tentang yang digambarkan Allah secara umum yang terdapat dalam QS. An-nahl: 72

ª!$#ur Ÿ@yèy_ Nä3s9 ô`ÏiB ö/ä3Å¡àÿRr& %[`ºurør& Ÿ@yèy_ur Nä3s9 ô`ÏiB Nà6Å_ºurør& tûüÏZt/ Zoyxÿymur Nä3s%yuur z`ÏiB ÏM»t6Íh©Ü9$# 4 È@ÏÜ»t6ø9$$Î6sùr& tbqãZÏB÷sムÏMyJ÷èÏZÎ/ur «!$# öNèd tbrãàÿõ3tƒ ÇÐËÈ

“Allah menjadikan bagi kamu isteri-isteri dari jenis kamu sendiri dan menjadikan bagimu dari isteri-isteri kamu itu, anak-anak dan cucu-cucu, dan memberimu rezki dari yang baik-baik. Maka mengapakah mereka beriman kepada yang bathil dan mengingkari nikmat Allah ?"

a. Arti wanita dalam keluarga

Keberadaan seorang wanita sebagai istri dan ibu dalam keluarga memiliki arti yang sangat penting, bahkan bisa dikatakan dia merupakan satu tiang yang menegakkan kehidupan keluarga dan termasuk pemeran utama dalam mencetak “orang-orang besar.” Sehingga tepat sekali bila dikatakan: “Di balik setiap orang besar ada seorang wanita yang mengasuh dan mendidiknya.”[2]

2. Keluarga

Keluarga adalah yang terdiri dari seorang laki-laki dan seorang perempuan yang telah akad nikah.

Firman Allah dalam al-Quran: an-Nahl: 72[3]

ª!$#ur Ÿ@yèy_ Nä3s9 ô`ÏiB ö/ä3Å¡àÿRr& %[`ºurør& Ÿ@yèy_ur Nä3s9 ô`ÏiB Nà6Å_ºurør& tûüÏZt/ Zoyxÿymur Nä3s%yuur z`ÏiB ÏM»t6Íh©Ü9$# 4 È@ÏÜ»t6ø9$$Î6sùr& tbqãZÏB÷sムÏMyJ÷èÏZÎ/ur «!$# öNèd tbrãàÿõ3tƒ ÇÐËÈ

Artinya:“ Allah menjadikan bagi kamu isteri-isteri dari jenis kamu sendiri dan menjadikan bagimu dari isteri-isteri kamu itu, anak-anak dan cucu-cucu, dan memberimu rezki dari yang baik-baik. Maka mengapakah mereka beriman kepada yang bathil dan mengingkari nikmat Allah ?"

3. Kehidupan rumah tangga

“Kehidupan rumah tangga adalah ‘hayatul amal’. Ia diwarnai oleh beban-beban dan kewajiban. Landasan kehidupan rumah tangga bukan semata kesenangan dan romantika, melainkan tolong- menolong dalam memikul beban kehidupan.[4]

Sebuah keluarga, membutuhkan seorang sosok yang harus bisa meng-handle segala urusan rumah tangga yang tidak bisa diselesaikan oleh suami. Sebagai partner suami dan ibu bagi anak-anaknya, seorang wanita harus dapat kokoh dalam menjalani beban-beban dan kewajiban dalam rumah tangganya. Akan tetapi, ketangguhan itu tidak mudah untuk di raih. Kesabaran, keuletan dan kelembutan yang merupaka ciri khas wanita dalam suatu pernikahan mutlak diperlukan dalam menjalankan perannya dalam rumah tangga.

Cita-cita kehidupan yang di gariskan oleh islam bagi orang seorang, keluarga, masyarakat, bangsa, dan Negara adalah satu, yaitu mendapatkan kebahagiaan dan kesejahteraan. Di dalam diri seorang mempunyai fitrah untuk mendapat kebahagiaan dan ketentraman bagi dirinya sendiri dan menghindarkan diri dari ancaman keselamatannya.[5]

B. Kehidupan Perempuan Sebagai Anak

Kehidupan perempuan senagai anak yaitu dengan mematuhi peraturan yang ada di rumah dan menghormati orang yang lebih tua dan menyayangi orang yang lebih kecil dari kita serta menghargai seusia kita. Perempuan sebagai anak harus menolong ibunya dalam pekerjaan rumah tangga jika dia mampu untuk melakukannya.

Beberapa pekerjaan yang bisa di lakukan perempuan dalam rumahnya:

1. Ibadah kepada Allah.

Allah berfirman dalam QS. Adz- Dzariyat: 56

$tBur àMø)n=yz £`Ågø:$# }§RM}$#ur žwÎ) Èbrßç7÷èuÏ9 ÇÎÏÈ

“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku.”

C. Kehidupan Perempuan Sebagai Istri Dalam Keluarga

Wanita (istri) adalah pemimpin dalam urusan rumah tangga. Fungsi dan tugas ini bisa didelegasikan kepada orang lain (pembantu), namun tetap berada dalam koordinasi sang istri.

Di dalam kehidupan berumah tangga, wanita mempunyai pekerjaan di rumahnya yaitu:[6]

· Ibadah kepada Allah

Allah berfirman dalam QS. Adz- Dzariyat: 56

· $tBur àMø)n=yz £`Ågø:$# }§RM}$#ur žwÎ) Èbrßç7÷èuÏ9 ÇÎÏÈ

“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku.”

· Wanita berperan memberikan sakan ( ketenangan dan ketentraman ) bagi suami dan juga bagi rumahnya.

Allah SWT berfirman QS ar-rum: 21

ô`ÏBur ÿ¾ÏmÏG»tƒ#uä ÷br& t,n=y{ /ä3s9 ô`ÏiB öNä3Å¡àÿRr& %[`ºurør& (#þqãZä3ó¡tFÏj9 $ygøŠs9Î) Ÿ@yèy_ur Nà6uZ÷t/ Zo¨Šuq¨B ºpyJômuur 4 ¨bÎ) Îû y7Ï9ºsŒ ;M»tƒUy 5Qöqs)Ïj9 tbrã©3xÿtGtƒ ÇËÊÈ

Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.”

- Wanita yang menjadikan bagi rumahnya bila ia menegakan taat secara sempurna kepada suaminya dala perkara yang bukan maksiat kepada Allah SWTterdapat dalam hadis HR. Al-bukhari:[7]

وعن ابى هريرة رضى الله عنه ايضا ان رسو ل الله صلى الله عليه وسلم قال: لا يحلل لامرأ ة ان ثصوم وزو جها شا هد الا باء ذنه ولا ثأ ذن فى بيته الا باذ نه.

Artinya: abu Hurairah ra. Berkata: Bersabda Rasulullah SAW, tidak dihalalkan bagi seorang istri berpuasa sunat ketika suaminya di rumah, melainkan dengan izin suaminya. Dan tidak boleh bagi istri mengizinkan orang lain masuk kerumahnya melainkan dengan izin suaminya. (Bukhari muslim)

· Mendidik anak-anak (tarbiyatul aulad )

Dalam QS at-tahrim: 6

$pkšr'¯»tƒ tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä (#þqè% ö/ä3|¡àÿRr& ö/ä3Î=÷dr&ur #Y$tR $ydߊqè%ur â¨$¨Z9$# äou$yfÏtø:$#ur $pköŽn=tæ îps3Í´¯»n=tB ÔâŸxÏî ׊#yÏ© žw tbqÝÁ÷ètƒ ©!$# !$tB öNèdttBr& tbqè=yèøÿtƒur $tB tbrâsD÷sムÇÏÈ

Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.”

· Mengerjakan pekerjaan yang lai didalam rumah bila ada kelapangan waktu dan kesempatan, seperti menjahit pakaian utuk keluarga dan selainnya. Dengan cara ini berhemat.

1. Citra wanita dalam Keluarga

Sebagai wanita dewasa, seperti tercitrakan dari aspek fisis dan psikisnya, salah satu peran yang menonjol dari padanya adalah peran wanita dalam keluarga. Peran wanita dalam keluarga seperti terlihat dari sajak menyangkut perannya sebagai istri, sebagai ibu ari anak-anaknya, dan sebagai anggota keluarga.[8]

Wanita sebagai istri tercitrakan perannya sebagai kekasih bagi suaminya. Sebagai seorang kekasih, wanita mencintai suaminya dalam kecintaannya yang penuh itu akibatnya rasa cemburu dapat dirasakan.

Citra wanita dalam aspek keluarga digambarkan sebagai wanita dewasa, seorang istri, dan seorang ibu rumah tangga. Peran umum wanita dewasa sebagai ibu rumah tangga dapat tergambar, dimana terjadi perubahan peran bagi wanita yang terjadi yang semula berperan sebagai gadis remaja, kemudian perannya beralih sebagai istri.

Citra wanita dalam keluarga menggambarkan wanita sebagai insane yang secara ekonomis tegantung pada laki-laki karena pekerjaan yang dilakukannya tidak menghasilkan uang. Pada citra wanita dalam keluarga tergambarkan bahwa wanita mengembangkan fungsi khusus sesuai dengan peran fisis dan psikis, yakni mendidik anak-anak karena fungsi yang ditentukan oleh alam kepadanya, yaitu melahirkan. Maka dari itu, lingkungan rumah dianggapnya lebih nyaman kerena dekat dengan anak-anak.

Citra wanita sebagai anggota keluarga seperti terlihat ari berbagai kesibukan domestiknya, tidak mempunyai nilai pasar dan nilai tukar uang, meskipun pekerjaan itu berguna. Wanita seolah-olah tergantung kepada laki-laki secara psikologis.[9]

Dalam aspek kehidupan keluarga, Seandainya para wanita dapat bergaul dengan suaminya secara baik, dan senantiasa menaati dan menyenangkan suaminya, maka ini adalah suatu kebaikan yang sangat besar. Tetapi pada zaman sekarang, jarang wanita yang dapat melakuka hal seperti itu.[10]

Pada suatu ketika, para sahabat menghadiri majelis Rasulullah SAW. Dan mereka bertanya kepada beliau SAW. “wahai Rasulullah, kami melihat orang-orang diluar bangsa arab begitu menghormati raja-raja dan pemimpin mereka dengan bersujud. Padahal engkau lebih pantasdihormati seperti itu”, Rasulullah SAW.melarang para sahabat berlaku demikian, kemudian beliau bersabda, “ seandainya seseorang di perbolehkan bersujud kepada selain Allah, niscaya aku akan memerintahkan wanita bersujud dihapan suaminya”.

Pada kesempatan lain rasulullah SAW. Bersabda, “demi Allah yang nyawaku ada dalam genggaman-Nya, seorang isteri tidak dapat memenuhi hak-hak Allah sebelum dia dapat menunaikan hak-hak suaminya”.

Ada sebuah hadis yang menceritakan bahwa suatu seketika ada seekor unta yang bersujud dihadapan Rasulullah SAW. Para sahabat r.a. berkata, “ jika binatang ini saja bersujud kepada Rasulullah SAW. Maka kami lebih pantas untuk bersujud dihadapan Rasulullah SAW. Kemudian Rasulullah Saw. Bersabda. “ seandainya seseorang diperbolehkan bersujud kepada suaminya”. Dalam hadis lain beliau SAW. Bersabda, “ jika seorang wanita meninggal dunia, dan suaminya ridha kepadanya, niscaya dia akan masuk surge”. Suatuhadis lagi menyebutkan bahwa Rasulullah SAW, brsabda, “ jika seorang wanita marah kepada suaminya, dan berpisah tidur pada malam harinya, maka para malaikat akan melaknat wanita tersebut hingga pagi hari”.

Dalam riwayat lain rasulullah SAW. Bersabda, “ ada dua golongan manusia yang salatnya tidak akan diterima dan tidak akan diangkat kelangit walaupun sekedar melebihi kepada mereka:

· Seorang hamba sahaya yang lari dari tuannya.

· Seorang isteri yang durhaka pada suaminya.

Dalam hadis lain, Rasulullah SAW. Bersabda, “ keridhaan Allah tergantung kepada keridhaan suaminya. Dan kemurkaan Allah tergantung kepada kemurkaan suaminya.”

2. Kewajiban Isteri Kepada Suami

a. Seorang istri harus taat kepada suaminya dengan cara yang baik, mentaati perintahnya, menjaga kehormatannya, dan tidak merasa lebih tinggi atau inggi menyaingi suaminya. Supaya kehidupan rumah tangganya selalu damai sejahtera. Nabi bersabda:[11]

اذا صللث المرأة خمسها اى : اصلواث ااخمسى وحصنث فرجها – اى : عفث عن الفجوروالزنى واطا عث بعلها – اى : زوجها – دخلث من اي ابواب الجنة شاء ث.

“ Bila seorang wanita mengerjakan salat 5 waktu, menjaga kemaluannya dari perbuatan zina, dan mentaati suaminya, niscaya dia akan masuk surge dari pintu yang mana saja dia suka.” (HR. Ibnu Hibban).

Taat pada suami, melaksanakan tugas-tugas rumah tangga dan mengurus anak-anak, oleh nabi disamakan dengan jihad fi sabilillah. Makna tertinggi dari ungkapan itu ialah, Rasulullah bermaksud meniupkan angin kedamaian dalam rumah tangga.

b. Kewajiban seorang istri kepada suaminya ialah, seorang istri harus menjaga harta dan kehormatan suaminya, dan tidak mengizinkan seorangpun masuk rumahnya kecuali dengan izin suaminya. Rasulullah bersabda:[12]

الا اخبر كم بخير ما يكنز الرجل ؟ المرأة الصا لحة اذ انظراليها سرثه , واذا امرهااطا عثه , واذا غاب عنها حفظثه فى ما له ونفسها.

Artinya : “ maukah anda sekalian kuberitahu sebaik-baik sesuatu yang disimpan seorang laki-laki? Yaitu istri salehah. Yang man bila suaminya, dan ia diperintah suaminya, ia akan mentaatinya, dan bila suaminya pergi meninggalkannya, ia jaga dirinya dan harta suaminya.”

c. Istri tidak menolak ajakan suaminya untuk melayaninya diatas tempat tidur. Dalam hal ini Rasulullah SAW. Bersabda: [13]

اذا عا الرجل امرأثه الى فرا شه , فأبث ان ثجي ء لعنثها الملا ء كة حثى ثصبح .

Artinya: “ apabila seorang suami mengajak istrinya di atas tempat tidur, lalu istrinya menolak, sesungguh ia akan dilaknat malaikat sampai pagi.” (HR. Bukhari).

d. Seorang istri tidak boleh mengizinkan seorang pun masuk rumah suamnya kecuali mendapat izin suaminya. Dan tidak boleh melakukan puasa sunat kecuali mendapat izin dari suaminya. Ini menurut hadis riwayat imam bukhari dari abu hurairah secara marfu’ nabi bersabda:[14]

لا يحل للر أة ان ثصوم وزوجها شا هد – اي حا ضر غير مسا فر – الا بإذ نه , ولا ثأ ذن فى بيثه الا بإذ نه.

Artinya: “ seorang wanita tidak halal puasa sedang suaminya berada di sampingny (tidak sedang pergi) kecuali mendapat izin suaminya, dan seorang wanita tidak boleh mengizinkan orang lain masuk rumahnya kecuali mendapat izin suaminya.”

e. Istri wajib menunaikan tugas-tugas didalam rumah, misalnya, memasak, mencuci, membersihkan rumah, dan sebagainya menurut adat atau kebiasaan di masing-masing tempat dan masa. “Kehidupan adalah saling tolong-menolong dan saling menjamin,” sabda rasulullah.[15]

Allah berfirman dalam Q.S al-ma’idah:3

و ثعا ونوا على البر وا لثقو ىÇÌÈ

Artinya: “ dan tolong-menolonglah kamu dalam mengerjakan kebaikan dan takwa.

D. Kehidupan perempuan sebagai ibu dalam keluarga

Dalam perannya sebagai ibu dari anak-anak, wanita berada dalam peran yang semestinya sesuai dengan aspek biologisnya, mengasuh, mendidik, dan memelihara anak-anak. Peran wanita sebagai ibu rumah tangga yang sepenuhnya tidak diragukan, sekalipun banyak alternative sebagai perannya. Citra wanita sebagai ibu rumah tangga merupakan pilihannya tanpa ia merasa terpaksa.

Hakekatnya lebih utama, lebih berhasil dan lebih bahagia, wanita yang tinggal di rumahnya, menjaga diri dan kehormatannya, melayani suami hingga keluarganya menjadi keluarga yang sakinah, penuh cinta dan kasih sayang, dan ia mengasuh anak-anaknya hingga tumbuh menjadi anak-anak yang berbakti dan berguna bagi masyarakatnya, ataukah seorang wanita yang sibuk mengejar karier di kantor bersaing dengan para lelaki, bercampur baur dengan mereka, sementara suami dan anak-anaknya ia serahkan pengurusannya kepada orang lain? Manakah yang lebih merasakan ketentraman dan ketenangan?[16]

Hendaklah dipahami oleh para wanita bahwa pekerjaan berkhidmat pada keluarga merupakan satu ibadah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Pekerjaan di dalam rumahnya bukanlah semata-mata gerak tubuhnya, namun pekerjaan itu memiliki ruh yang bisa dirasakan oleh orang yang mengerti tujuan kehidupan dan rahasia terwujudnya insane.

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda:

“Apabila seorang wanita mengerjakan shalat lima waktu, puasa di bulan Ramadhan, ia menjaga kemaluannya dan taat kepada suaminya maka ia akan masuk surga dari pintu surga mana saja ia inginkan”. (HR. Ahmad, 1/191. Dalam Adabuz Zifaf, hal. 182, Asy-Syaikh Al-Albani berkata: “Hadits ini hasan atau shahih, ia memiliki banyak jalan.”)

Ketika suatu rumah tangga mulai dianugerahkan Allah seorang anak, maka tugas wanita yang sebelum hanya sebagai istri, mulai mendapatkan atribut baru yaitu Ibu. Ibu yang baik harus bisa menjadi madrasah pertama bagi anaknya, di mana tutur kata, perbuatan, sifat dan segala yang melekat pada seorang ibu akan menjadi “inspirasi pertama” bagi anaknya. Disinilah fungsi pendidikan berperan, dan seorang ibu dihadapkan pada seorang anak yang masih banyak memerlukan jawaban atas pertanyaan-pertanyaannya.[17]

Wawasan keislaman, pengetahuan tentang disiplin ilmu, etika serta berbagai pengetahuan harus dipelajari oleh seorang wanita, dan harus terus menerus di-upgrade, karena seorang anak akan terus tumbuh. Apalagi dengan era globalisasi dan kebudayaan modern yang cenderung hedonis ini setiap harinya akan terus menggerogoti pemikiran anak-anak. Dan disinilah peran Ibu untuk mem-filter dan me-refresh pemikiran anak-anaknya dari ancaman pemikiran-pemikiran yang dapat merusak moral anak.

Keberadaan ibu yang telah diperhatikan oleh Islam dengan sepenuh perhatian ini dan yang telah diberikan untuknya hak-hak, maka dia juga mempunyai kewajiban, yakni mendidik anak-anaknya, dengan menanamkan kemuliaan kepada mereka dan menjauhkan mereka dari kerendahan. Membiasakan mereka untuk taat kepada Allah dan mendorong mereka untuk mendukung kebenaran dan tidak menghalang-halangi mereka untuk turut berjihad karena mengikuti perasaan keibuan dalam hatinya. Sebaliknya ia harus berusaha memenangkan seruan kebenaran daripada seruan perasaan.

Sungguh Islam telah menegaskan wasiat (pesan penting) terhadap wanita dan meletakkan wasiat itu setelah wasiat untuk bertauhid kepada Allah dan beribadah kepada-Nya. Islam juga menjadikan berbuat baik kepada wanita itu termasuk sendi-sendi kemuliaan, sebagaimana telah menjadikan hak seorang ibu itu lebih kuat daripada hak seorang ayah, karena beban yang amat berat ia rasakan ketika hamil, menyusui, melahirkan dan mendidik. Inilah yang ditegaskan oleh Al Qur’an dengan diulang-ulang lebih dari satu surat agar benar-benar difahami oleh kita anak manusia. Sebagaimana firman Allah SWT:[18]

“Dan Kami wasiatkan (perintahkan) kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu bapaknya; ibunya telah mengandungnnya dalam keadaan lemah yang betambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hannya kepada-Kulah kembalimu.” (Luqman: 14)

“Kmi wasiatkan (perintahkan) kepada manusia supaya berbuat baik kepada dua orang ibu bapaknya, ibunya mengandungnya dengan susah payah (pula). Mengandungnnya sampai menyapihnya adalah tiga puluh bulan….” (Al Ahqaf: 15)

1. Citra wanita dalam masyarakat

Bahwa dalam aspek masyarakat, citra wanita adalah makhluk social, yang berhubungannya dengan manusia lain dapat bersifat khusus maupun umum tergantung kepada bentuk hubungan itu. Hubungan wanita dalam masyarakat dimulai dengan hubungannya dengan orang seorang antar orang, sampai ke hubungan dengan masyarakat umum. Termasu ke dalam hubungan orang seorang adalah hubungan wanita dengan pria dalam masyarakat.[19]

Citra wanita dalam sikap sosialnya terbentuk karena penglaman pribadi dan budaya. Wanita menolak terhadap stereotip-stereotip tradisional yang menyudutkan ke tempat tidak bahagia. Pengalaman pribadi wanita mempengaruhi penghayatannya dan tanggapannya terhadap rangsangan social, termasuk terhadap lawan jenisnya. Tanggapan itu menjadi salah satu terbentuknya sikap wanita dalam aspek social.

Peran wanita terbatas pada peran yang ditentukan oleh alam kepadanya. Pekerjaan-pekerjaannya terbatas pada pekerjaan yang didasarkan atas perbedaan seks, yang diatur leh alam, dan yang pantas yang dijalani wanita. Sekalipun demikian, yang terjadi sebenarnya bahwa citra wanita dalam aspek masyarakat itu tercipta karena proses lingkungan.Dalam hubungan inilah wanita berada dalam system masyarakat patriarchal tempat kekuasaan laki-laki mendominasi dalam banyak kehidupan masyarakat, ada kekuasaan laki-laki atas wanita.

2. Citra social wanita

Pada dasarnya citra social wanita merupakan citra wanita yang erat hubungannya dengan norma dan system nilai yang berlaku dalam suatu kelompok masyarakat, tempat wanita menjadi anggota dan berhasrat mengadakan hubungan antar manusia. Kelompok masyarakat itu adalah kelompok keluarga dan kelompok masyarakat luas. Citra social wanita terbentuk pada relasinya dengan orang seorang, termasuk dengan pria, dan dengan sesama manusia.[20]

E. Fungsi Wanita Dalam Rumah Tangga

Laki-laki yang bekerja dengan susah payah memeras keringat di luar rumah memerlukan seorang istri yang dapat menyenangkan, melegakan, menenangkan, melepaskan rasa penat badan maupun pikiran dan memberikan harapan serta semangat baru untuk menunaikan tugas-tugasnya pada hari-hari berikutnya. Tugas istri semacam ini mustahil dapat dilakukan dengan sebaik-baiknya oleh wanita karir. Sebab si wanita karir yang sepanjang hari bekerja di luar rumah, juga menghadapi problem dan beban mental yang sangat besar, bahkan mungkin lebih berat dengan apa yang dialami oleh si laki- laki. Dalam keadaan semacam ini, akhirnya timbul pertanyaan: “Apakah suami yang menghibur istri, ataukah istri yang menghibur suami, ataukah kedua- duanya sibuk dengan kepenatan sendiri, sehingga sama-sama bersikap acuh? Ataukah masing-masing mencari hiburan sendiri-sendiri, atau ke luar rumah bersama-sama mencari hiburan, ataukah sebaiknya mempraktekkan cara hidup kumpul kebo, supaya jika timbul kebosanan tidak menimbulkan tanggung jawab yang lebih berat?

Jika terjadi kehidupan rumah tangga semacam ini, maka baik suami maupun istri akan sama-sama menderita pahit dan getir, dan anak-anak yang tinggal dalam rumah tangga demikian hanya akan menyaksikan kebingungan dan sandiwara yang menyesakkan nafas. Generasi baru Eropa yang hidup di bawah sistem masyarakat yang mendewakan emansipasi dan wanita karir telah mengalami keterasingan, kegelisahan, kekacauan, dan kegoncangan mental. Statistik kemelut kehidupan Barat sendiri menjadi bukti betapa besarnya dampak negatif terhadap kehidupan anak-anak, para suami dan para istri sendiri di tengah masyarakat mereka.

Padahal di dalam hadits-hadits Rasulullah disebutkan mengenai ciri-ciri istri yang shalih, yaitu sebagai berikut: [21]

1. Melegakan hati bila dilihat. Hal ini tersebut di dalam hadits Ibnu Majah dari sahabat Abu Umamah AI-Bahily.

“Bagi seorang mukmin laki-laki, sesudah taqwa kepada Allah,maka tidak ada sesuatu paling berguna bagi dirinya, selain istri yang shaleh, yaitu; taat bila diperintah, melegakan bila dilihat, nrima bila diberi janji, dan menjaga kehormatan dirinya dan suaminya, ketika suaminya pergi. ” (HR. 1bnu Majah)

2. Dapat diberi amanah Halini diriwayatkan oleh sahabat Sa’ ad bin Abi Waqash bahwa Rasulullah saw bersabda:

Ada tiga macam keberuntungan, yaitu :

1. istri yang shalihah, kalau kamu lihat melegakan dan kalau kamu tinggal pergi ia amanah serta menjaga kehormatan dirinya dan hartamu.

2. Kuda yang penurut dan cepat larinya sehingga dapat membawa kamu menyusul temen-temanmu.

3. Rumah besar yang banyak didatangi tamu. (HR.Hakim)

3. Memberikan suasana teduh dan ketenangan berpikir. Hal ini Allah firmankan di dalam QS. 30: 21

ô`ÏBur ÿ¾ÏmÏG»tƒ#uä ÷br& t,n=y{ /ä3s9 ô`ÏiB öNä3Å¡àÿRr& %[`ºurør& (#þqãZä3ó¡tFÏj9 $ygøŠs9Î) Ÿ@yèy_ur Nà6uZ÷t/ Zo¨Šuq¨B ºpyJômuur 4 ¨bÎ) Îû y7Ï9ºsŒ ;M»tƒUy 5Qöqs)Ïj9 tbrã©3xÿtGtƒ ÇËÊÈ

“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.”

4. Membantu memelihara akidah dan ibadah. Hal ini dinyatakan Rasulullah dalam sabdanya:

“Barangsiapa diberi oleh Allah istri yang shalihah, maka sesungguhnya ia telah diberi pertolongan oleh Allah meraih separuh agamanya. Kemudian hendaklah ia bertakwa kepada Allah di dalam memelihara separuh lainnya. ” (HR. Thabrani dan Hakim).

Ketentuan ilahi yang telah menempatkan laki- laki dan wanita pada fungsi masing-masing sesuai dengan fitrahnya, adalah suatu aksioma yang tidak dapat berubah. Segala sesuatu yang ada di alam ini, Allah telah berikan fungsi dan tugas yang bersifat paten. Bumi yang ditakdirkan berputar pada porosnya, begitu pula bulan dan bintang menjadikan segala yang ada di dunia berjalan dengan teratur dan nyaman untuk dihuni. Maka begitu pulalah halnya dengan fungsi dan tugas yang dibebankan kepada laki-laki dan wanita di dunia ini.

Jikalau kita mencoba untuk melanggar aksioma Ilahiyah ini, maka malapetakalah yang akan menjadi hasilnya dan kita harus siap menerima segala akibat kehancurannya. Sebaliknya, kalau kita mentaati secara tuntas apa yang sudah menjadi aksioma Ilahiyah ini, maka kesehjateraan, ketenangan, kedamaian, persaudaraan, persatuan dan kenikmatan dunia ini selalu dapat kita rasakan dengan tiada terkirakan. Karena Allah akan Melimpahkan segala rahmat-Nya kepada umat manusia yang mau patuh dan taat kepada ketentuan-Nya. Marilah kita meniti jalan mencapai kebaikan.

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Keberadaan perempuan/ibu dalam keluarga yang anjurkan oleh Islam dengan sepenuh memberikan perhatian untuknya hak-hak, maka dia juga mempunyai kewajiban, yakni mendidik anak-anaknya, dengan menanamkan kemuliaan kepada mereka dan menjauhkan mereka dari kerendahan. Membiasakan mereka untuk taat kepada Allah dan mendorong mereka untuk mendukung kebenaran dan tidak menghalang-halangi mereka untuk turut berjihad karena mengikuti perasaan keibuan dalam hatinya. Sebaliknya ia harus berusaha memenangkan seruan kebenaran daripada seruan perasaan.

Jadi keluarga sakinah mawadah dan warohmah merupakan impian semua insan manusia yang beriman dan bertaqwa pada Allah SWT. Dan yakin hanya Allah yang akan melindungi mahluknya dari berbagi gangguan dan bencana. Namun salah satu upaya menuju kunci sukses perempuan menjadi mahkota kehidupan, diantranya:

1. Harus punya karakter pada prinsip kebenaran, dan kejujuran.

2. Atasi sesuatu masalah sesuai dengan sumber penyebab. Misalnya masalah ekonomi tidak hanya dengan tausiah tetapi kasih nasi dulu baru tausiah. Masalah budaya, hobi, keamanan berumah tangga, pelajari timbulnya masalah. Jangan ambil keputusan bila masalah belum jelas. Jangan cepat ambil keputusan ketika dipengaruhi oleh emosi ( orang marah akan kehilangan kemampuan kritis, sistimatis, strategis) kemampuan mengendalikan diri bagi seorang perempuan sebagai modal yang ampuh dalam ketahanan keluarga. Marah akan memunculkan kebodohan.

3. Tidak boleh berdusta kepada siapapun.

4. Tidak boleh lakukan dosa.

5. Hindari perbuatan dan kebiasaan yang tidak disenangi oleh pasangan hidup.

6. Jangan jauh pada Allah SWT.

B. Saran

saya sebagai penulis hanya mampu membuat makalah dengan seperti ini, karna penulis baru tahap belajar. Dengan itu mungkin masi banyak kekurangan baik dalam makalah sebagai penulisan maupun sebagai isinya. Dari itu pemakala menerima kritik dan saran untuk kebaikan makalah ini kemasa yang selanjutnya. Dan penulis juga mengucapkan terima kasih dari dosen pembimbing, yang mana beliau telah membimbing dengan baik juga atas bantuan buku-buku yang mana telah berhasil menyelesaikan makalah ini dengan sebaik mungkin. Bagi pembaca yang budiman penulis mohon maaf atas semua kesalahan ataupun kehilafan, dan penulis berharap makalah ini dapat bermamfaat bagi semuanya. Amiiiiiin……….!

DAFTAR PUSTAKA

Shabuni, As Muhammad ali. 1996. Pernikahan dini yang islami . Jakarta: pustaka amani.

Al-Kandhalawi rah, Maulana Muhammad zakariyyah. . 2002. Kitab fadhila A’mal. bandung: pustaka ramadhan

Thalib, M. Drs. 1997. Penyebab perceraian dan penanggulangannya. Bandung: irsyad baitus salam.

Sugehastuti. 2000 Wanita di mata wanita.. Bandung: Nuansah.

Asykur, ghoni Abdul. 1992. kumpulan hadist-hadist pilihan bukhary muslim. bandung: husaini bandung.

DR. Indra Hasbi, ma. 2004. Potrek wanita shalehah. Jakarta: penamadani

Al-Quran dan terjemahannya.

http://sabdaislam.wordpress.com/2009/12/13/53-wanita-sebagai-ibu/

http://www.pks-jaksel.or.id/Article2169.html

http://suryadhie.wordpress.com/2008/05/19/arti-wanita-dalam-keluarga/

http://alrezamittariq.wordpress.com/2010/02/14/fungsi-wanita-dalam-rumah-tangga/



[1] DR. hasbi indra, dkk. Potrek wanita sholehah. (Jakarta: penamadani. 2004) hlm 1

[3] Departemen agama RI. Al-Quran dan terjemahan

[5] [5] Drs. M. Thalib, Penyebab Perceraian dan Penanggulanggannya, (Bandung: Irsyad Bitus Salam, 1997), hlm 184

[6] http://suryadhie.wordpress.com/2008/05/19arti-wanita-dalam-keluarga

[7] Abdul ghoni asykur kumpulan hadist-hadist pilihan bukhary muslim ( bandung: husaini bandung. 1992) hlm 109

[8] Sugehastuti. Wanita di mata wanita.( Bandung: Nuansah. 2000). Hlm 122

[9] Ibid hlm 125-126

[10] Maulana Muhammad zakariyyah Al-Kandhalawi rah. Kitab fadhila A’malI (bandung: pustaka ramadhan. 2002) hal 744

[11] Muhammad ali As shabuni. Pernikahan dini yang islami (Jakarta: pustaka amani.1996). hlm 120

[12] Ibid hlm 125

[13] Ibid hlm 126

[14] Ibid hlm 127

[15] Ibid hlm 129

[18] http://sabdaislam.wordpress.com/2009/12/13/53-wanita-sebagai-ibu/

[19] Opcit sugihastuti. Hlm 142

[20] lopcip hlm 143

Tidak ada komentar:

Posting Komentar